Saturday, October 25, 2014

Book Review : Mantra Dies Irae



Judul : Mantra Dies Irae
 Pengarang : Clara Ng
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 348 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2012
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance, Comedy Romance


Bagaimana jika ini semua ini terjadi pada suatu hari:

Disihir menjadi truk gandeng, lukisan, sapu lidi. 

Orang yang dicintai habis-habisan tidak pernah membalas cinta itu.
Dikejar-kejar teman seperguruan yang ingin membalas dendam. 
Hukum cinta seakan-akan salah rumus.

Ini bukan hari biasa!

Dimulailah usaha keras dari seekor kucing hitam bernama Dakocan. Untuk mengais serpih-serpih kebahagiaan. Kebahagiaan yang takkan pernah terlihat. Atau kecuali dimunculkan dengan mantra ajaib: Dies Irae.


Ini adalah karya ketiga Clara Ng yang saya baca. Saya sudah lama menjadi followernya di Twitter, tempat dimana beliau banyak sharing tentang dunia tulis-menulis dan baca-membaca yang menurut saya layak untuk disimak. Buku pertama dari Clara Ng yang saya baca adalah Tea for Two, duluuu banget, baca sepintas aja sih, modal minjem sesaat :p. Karya kedua yang saya baca adalah cerpen di majalah Femina. Dua-duanya kategori dewasa, dengan cerita cinta dewasa dan konflik yang tajam, cenderung suram. Not my kind of genre. Karena menurut saya, membaca adalah bagian dari relaksasi, me time untuk melepaskan diri dari rutinitas harian yang bikin stres, maka dari itu buku yang saya baca sebisa mungkin harus membuat saya happy. :D

Awalnya, saya mengira buku ini adalah jenis drama yang bertaburan romantisme, karena spesialisasi Clara Ng setahu saya adalah membuat kalimat-kalimat romantis yang melelehkan hati. Ternyata, buku ini jauh lebih ceria banget, ini jenis drama komedi. Di beberapa bagian saya sukses ngakak :D.

Buku ini sebenarnya merupakan buku ketiga dari trilogi Jampi-Jampi Varaiya. Kalau di buku satu dan dua diceritakan bahwa tokoh utamanya adalah Xander dan Oryza, di buku ketiga ini, pemeran pembantu mengambil alih jadi tokoh utama : Pax dan Nuna. Mungkin karena cerita Xander dan Oryza sudah sampai pada klimaksnya (akhirnya dua-duanya ngaku kalau sama-sama suka), sehingga buku ketiga ini ganti menceritakan tokoh-tokoh yang ceritanya belum selesai. Saya cukup beruntung dengan pergantian pemeran ini, karena saya tidak membaca buku satu dan dua, jadi cerita tentang Pax dan Nuna (yang baru jadi tokoh utama di buku ketiga) bisa dengan mudah saya ikuti tanpa merasa kehilangan sebagian alur cerita.

Ini cerita tentang Pax (penyihir dengan keahlian memanggil mantra hujan-badai-angin-ribut dan mengubah diri jadi kucing hitam bernama Dakocan) dan Nuna (penyihir jago masak, punya warung makan ramai dan ahli menjitak dengan sodet). Pax dan Nuna sama-sama bernasib malang, sama-sama patah hati tingkat batara dewa, sama-sama jatuh cinta setengah mati pada orang yang justru menyukai orang lain. Pax jatuh cinta pada Oryza, dan Nuna pada Xander. Apa mau dikata, takdir menentukan lain, Oryza dan Xander saling jatuh hati dan memutuskan untuk menikah. Meninggalkan Pax dan Nuna yang berdarah-darah karena putus cinta.

Alurnya sebenarnya sederhana dan klise. Dari bab pertama kita juga sudah tahu kalau Pax dan Nuna, pada akhirnya pasti bakal jadian juga. Tapi Clara Ng cukup berhasil mengemas jalan cerita menuju akhir tersebut dengan manis, lucu dan menghibur. Tokoh-tokohnya semuanya penyihir koplak (maafkan bahasanya :D), dan di antara sekian banyak tokoh sepertinya yang bertingkah waras hanya satu yaitu Zea kakak Oryza, itupun hanya muncul sesekali. Trus bagaimana dengan sisanya? Ya itu tadi, koplak semua. :D

Uniknya kehidupan penyihir, tingkah polah mereka yang ajaib, mantra-mantra dan pertarungan sihir, ditambah dengan adegan romantis antara Pax dan Nuna menjadi penghibur sepanjang buku. Membaca buku ini saya seperti menonton drama komedi romantis Korea, dimana tokoh utamanya sering bertingkah konyol, si perempuan gemar menjitak kepala si laki-laki, sama-sama suka tapi malu mengakui (atau sok tidak menyadari sama sekali), dan menghabiskan hari-hari bersama hanya untuk bertengkar satu sama lain. Ya, persis seperti itulah.

Karena memang jenisnya komedi, nama-nama tokohnya pun terdengar tidak lazim. Misalnya nama anak-anak keluarga Karbohidrat: Oryza Sativa Raya (nama latinnya padi), Zea Mays Raya (jagung), dan Solanum Tuberosum (kentang). Juga nama-nama seperti Pax, Nuna, Strawberi, Chao, Tsungta, yang tidak lazim dalam keseharian kita. Walaupun isinya dunia penyihir, tapi Clara Ng membuat dunia penyihir itu nge-blend dengan kehidupan Jakarta, sehingga kita tidak merasa membaca kisah dari planet antah-berantah lain.

Setelah membaca buku ini, saya jadi ingin membaca buku-buku Clara Ng yang lain seperti Dimsum Terakhir dan Pintu Harmonika. Masuk wish list nih. :D

Secara umum buku ini cukup menarik. Ringan, menghibur, bacanya nggak perlu sampai mengerutkan alis. Buku ini cocok untuk teman weekend yang santai, yang nggak perlu mikir berat-berat, sambil leyeh-leyeh di sofa dan makan camilan. Untuk buku ini saya memberikan rating tiga setengah bintang. :)


post signature

Friday, October 17, 2014

Book Review : Amy and Roger's Epic Detour



Judul : Amy and Roger's Epic Detour
 Pengarang : Morgan Matson
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 462 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2010
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance, Road Trip Fiction  


Yup. Akhirnya saya selesai juga baca buku ini. Saya beli buku ini karena rating dan reviewnya di Goodreads yang bertabur bintang. Tapi terrrrnyataa... butuh perjuangan yang lumayan untuk menyelesaikan buku ini, walaupun akhirnya selesai juga. Fiuh. *lap keringet*

Buku ini tentang?
Buku ini bercerita tentang Amy Curry, remaja cewek yang punya masalah psikologis karena ayahnya meninggal baru-baru ini. Amy, sejak kecelakaan yang mengambil nyawa ayahnya, menjadi pribadi yang sama sekali berbeda, tertutup, menghindar dari orang lain, penyendiri dan cenderung depresif. Hal itu diperparah dengan tidak adanya orang yang mendukung di sekitarnya. Amy tinggal sendiri di rumah lama keluarga mereka karena adiknya - paska kecelakaan itu - masuk pusat rehabilitasi obat-obatan, dan ibunya memutuskan pindah ke Connecticut untuk memulai hidup baru.

Perjalanan epik ini dimulai ketika ibu Amy menyuruh Amy menyusulnya pindah ke Connecticut lewat perjalanan darat dengan mobil keluarga mereka. Dalam perjalanan Amy ditemani oleh Roger, anak sahabat ibunya yang khusus dimintai tolong untuk menyetir mobil sampai ke Connecticut. Ibunya telah menyiapkan rencana perjalanan selama empat hari untuk mereka ikuti.

Masalah dimulai ketika Amy dan Roger, yang merasa rute pilihan ibu Amy sangat membosankan, mulai mengubah rute perjalanan mereka. Berubahnya tidak tanggung-tanggung, berubah total. Kadang bahkan perubahan tersebut tidak direncana sama sekali. Perjalanan ke Connecticut yang seharusnya hanya memakan waktu empat hari pun akhirnya jadi molor berhari-hari.

Seluruh buku ini menceritakan perjalanan Amy dan Roger dari California sampai ke Connecticut, dengan beberapa bagian flashback adegan Amy bersama ayahnya. Pada akhirnya, perjalanan ini bagi Amy dan Roger tidak hanya menjadi sekedar perjalanan, tapi juga pencarian, dan penyelesaian atas banyak hal yang mengubah hidup mereka. 

Amy yang akhirnya menerima takdir hidupnya, memperbaiki hubungan dengan ibu dan adiknya, melakukan hal-hal bandel dan spontan yang tak mungkin dilakukan diri Amy yang lama, bahkan Amy mulai membuka hati. Roger yang akhirnya bisa move on dari mantan pacarnya, kemudian mulai melihat Amy dengan cara berbeda. Semua ini dilewati mereka berdua dalam perjalanan panjang tersebut.

Pada akhirnya, perjalanan - sekaligus pencarian - yang mereka lakukan bersama, akhirnya menjadi cara untuk menyelesaikan beberapa hal yang sebelumnya tidak terselesaikan. Dan di akhir cerita, happy ending tentunya, karena baik Amy maupun Roger menemukan tujuan mereka yang sebenarnya.

Mengapa memilih buku ini dan bagaimana pendapat tentang buku ini?
Sudah saya bilang di atas kan, karena rating dan reviewnya di Goodreads yang bertabur bintang. Walaupun, hiks, ternyata butuh upaya yang lumayan melelahkan untuk menyelesaikan buku ini, rada capek bacanya. Rasanya buku ini nggak cocok dengan saya. 

Yang pertama karena karakter Amy yang nggak-tipe-saya banget. Karakternya di awal-awal cerita dark, suram, remaja bermasalah, tipe nggak percayaan sama orang, menyalahkan diri sendiri, menghindari orang lain, dan hal-hal semacam itulah. Oke, dia punya alasan (versi dia) untuk bersikap seperti itu. Tapi kekeraskepalaannya untuk meyakini bahwa sikap yang dia pilih itu benar, menurut saya itu menyebalkan sekali. Lagipula lari dari masalah (yang selama ini dia lakukan), buat saya itu justru memperkusut benang yang sudah ruwet dan terutama, menyusahkan orang lain. Kenapa sih, dia nggak coba membuka pikirannya sedikit saja dan berhenti mengutuk diri sendiri terus-menerus. Memangnya selesai ya, problema hidup dengan bermuram durja sepanjang masa?

Yang kedua, perubahan karakter Amy setelah dia menceritakan semuanya kepada Roger. Roger yang langsung bilang, "bukan salahmu", tiba-tiba bisa membuat Amy langsung terbuka matanya daan...berubah! Hah, serius? Secepat itukah responnya? Sementara selama berbulan-bulan Amy mengubur diri dengan penolakan terhadap orang-orang yang sudah selalu mengatakan hal itu padanya. Memangnya siapa sih Roger? Cowok sangat keren, tapi apa cukup itu saja. Walaupun sudah melakukan tur berhari-hari bersama dan ujung-ujungnya Amy naksir, tapi masa sih seinstan itu, dengan satu sabda dari Roger maka hilanglah semua bebannya.

Yang ketiga, saya bisa paham kenapa Amy naksir Roger, karena selain keren dia juga terbukti baik sekali dan sabar sekali meladeni Amy yang lebih sering menutup diri. Tapi saya gak bisa paham kenapa Roger naksir Amy, selain karena (konon kata beberapa tokoh) Amy cukup cantik. Cantik doang nggak cukup kan, atau mungkin Roger tertarik pada ketertutupan pribadi Amy, dan akhirnya keterbukaannya tentang trauma yang dialaminya, mungkin Roger tipe laki-laki yang tertarik pada cewek bermasalah yang akhirnya mau mengakui masalahnya dan mau berubah. Tapi tetap saja bagi saya karakter Amy kurang kuat untuk membuat saya jatuh hati, gak ada yang spesial gitu loh (tapi untungnya saya bukan Roger ya :D)

Yang keempat, istilah-istilah alias yang digunakan dalam playlist dan dalam scrapbook lumayan mengganggu saya. Mungkin ini masalah terjemahan ya, entah juga, karena saya tidak baca versi bahasa Inggrisnya. Menurut saya alias-alias dan hal-hal yang ditulis dalam scrapbook Amy itu aneh, kadang gak nyambung, dan walaupun maksudnya diharapkan untuk lucu-lucuan, karena gak nyambung dengan suasana cerita di mana itu ditulis, jadinya ya, saya malah terganggu.

Yang kelima, sampai akhir baik Amy maupun Roger tidak yakin apa yang sebenarnya mereka rasakan. Loh, kok bisa?? Bukannya satu kata dari Roger (yang sudah saya bilang di atas tadi) menyelamatkan hidup Amy? Bukannya mereka sudah kencan super romantis sampai ke tempat tidur segala? Lha terus semua itu apaaa maksudnyaaa.....

Fiuh. Capek.

Tapi ada beberapa hal yang saya suka sih. Saya suka karakter Bronwyn yang bersemangat dan dermawan sekali sampai memberi satu koper baju-baju keren untuk Amy (kecuali bagian kamar Bronwyn yang berantakan, karena saya paling gak bisa tidur di kamar berantakan). Saya juga senang karena berhasil menebak jawaban Amelia Earhart lebih dulu dari Amy waktu permainan Dua Puluh Pertanyaan. Suasana road trip, jalanannya dan wisata kulinernya cukup menarik untuk diikuti, jadi ingat masa-masa muda dulu :D waktu masih kuliah. Bedanya, dulu road tripnya naik motor, maklum mahasiswa serba pas-pasan, jadi punyanya cuma motor. :D Saya juga suka Lucien, baik sekali dia ya, baru bertemu sudah servis ini itu kepada tamu yang baru sekali dijumpai. Cuma pas ujungnya Lucien naksir Amy, saya bingung lagi. Apa yang bikin naksir? Masa cuma gara-gara cantik itu tadi. Kayanya kok alasannya kurang mantep. --> fyi, pendapat ini mungkin cuma muncul kalo reviewernya perempuan :D

Berapa bintang?
Rasanya, dengan semua yang sudah saya jembreng di atas, buku ini kok kayanya bukan untuk saya. Mungkin lebih pas untuk anda yang menyukai masa remaja yang serba tidak tertebak, serba spontan. Atau mungkin juga untuk anda yang senang dengan traveling dan road trip. Untuk saya, cukup tiga bintang saja. :)


post signature

Saturday, October 11, 2014

Book Review : The Wedding Officer



Judul : The Wedding Officer

 Pengarang : Anthony Capella

Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 560 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2008
Format : Paperback
Target : Dewasa
Genre : Romance, Food Fiction, Historical Fiction  



L'appetito viene mangiando. Selera datangnya karena makan. 

Buku ini tentang?
The Wedding Officer menceritakan tentang kisah tentang Livia Pertini dan James Gould. Livia Pertini adalah gadis Napoli, Itali yang pandai memasak (benar-benar pandai, she born to cook, begitulah kurang lebih), sedangkan James Gould adalah kapten Inggris yang ditugaskan di Napoli setelah wilayah tersebut berhasil ditaklukkan tentara Sekutu dari penguasaan tentara Jerman.
Diceritakan dalam sinopsis The Wedding Officer, bahwa James Gould ditugaskan sebagai Pejabat Pernikahan yang tugasnya di antaranya adalah mencegah para tentara Sekutu menikahi gadis-gadis Itali kekasih mereka. Tetapi para gadis di Napoli sengaja mengatur agar seorang gadis desa Itali yang cantik dan pintar masak diterima sebagai juru masak untuk Kapten Gould dan stafnya. Dan Kapten Gould yang terpikat oleh pesona si gadi Itali dan masakan-masakan lezatnya mulai menyadari hatinya lebih penting daripada perintah-perintah atasannya.

Sinopsisnya sih, simpel. Tapi setelah baca, ceritanya kaya. Ke-bantal-an buku ini menjadikan alur cerita bisa berkembang kompleks dan luas, tidak sesederhana ketemu-jatuh cinta-kawin. Saya menghabiskan 188 halaman sebelum James bertemu Livia untuk pertama kalinya. 

Cerita mengalir alami, berawal dari latar belakang hidup Livia dan James sebelum mereka berdua bertemu, dan kisah cinta mereka masing-masing sebelumnya. Jatuh cinta di antara keduanya pun pakai proses, tidak instan, sehingga saya bisa turut memahami kenapa keduanya bisa saling menyukai.

Alur dimulai dari masing-masing kehidupan Livia dan James, sampai akhirnya bertemu, dan kemudian berpisah. Takdir menyeret Livia ke garis depan pertempuran perang dan James pun menyusul untuk mencarinya.

The Wedding Officer dilatarbelakangi sejarah perang di Eropa, terutama Itali, antara tentara Sekutu melawan Jerman (Hitler) di tahun 1944. Dalam tahun tersebut terjadi pula letusan dahsyat gunung Vesuvius di Itali. Anthony Capella menggambarkan adegan peperangan yang dilakukan Gould saat bertempur melawan Jerman di garis depan dengan sangat baik, rasa-rasanya seperti saya sedang menonton film perang, macam Saving Private Ryan. Walaupun adegan perang tidak terlalu panjang, namun Capella mendeskripsikan suasana peperangan secara detail, kehidupan para tentara di garis depan, kekejaman dan kemanusiaan yang saling tumpang tindih, dan kegigihan untuk menunaikan tugas walaupun mempertahankan nyawa menjadi hal yang sangat rapuh.

Bagi warga sipil Itali, perang juga mendatangkan petaka. Baik saat mereka dikuasai Jerman maupun saat Sekutu mengambil alih, warga sipil selalu menjadi pihak yang dikorbankan. Ketiadaan pekerjaan, kekacauan, kemiskinan dan kelaparan menjadi hal sehari-hari yang harus dihadapi. Sebagian besar gadis-gadis di Napoli menjadi pelacur bagi tentara Sekutu sekedar agar dapat bertahan hidup. Pasar gelap dan mafia merajalela.

"Bahkan sebelum serdadu Sekutu datang mengambil seluruh sisa persediaan makanan keluarga Pertini, sudah jelas bahwa pembebasan (dari Jerman oleh Sekutu) tidak akan lebih baik, dan bahkan dari beberapa sisi lebih buruk, daripada pendudukan oleh Jerman. Sekarang Itali menjadi medan pertempuran di mana tidak ada pihak Itali, dan untuk kedua belah pihak (Jerman dan Sekutu), kebutuhan penduduk sipil menempati urutan kedua setelah kepentingan memenangkan perang."

Di antara adegan perang dan kehidupan Livia dan James, The Wedding Officer juga bertaburan makanan, apalagi ditunjang dengan keahlian khusus tokoh utama (Livia) di bidang masak-memasak. Sebagaimana buku-buku Anthony Capella yang lain yang bertema food fiction, The Wedding Officer juga penuh dengan makanan Itali yang lezat. Pokoknya baca ini buku cocoknya sambil ngemil, karena membuat lapar pembacanya :D

"Mozarella affumicata diasapi ringan dan berwarna cokelat, sementara scamorza diasapi di atas lapisan kulit kemiri membara sampai menjadi hitam dan kental seperti secangkir espresso pekat. Kalau ada kelebihan susu, mereka bahkan membuat keju keras, ricotta salata di bufala, yang digarami dan agak seperti buah, bagus untuk diparut di atas sayur panggang. Tetapi keluarga Pertini paling terkenal untuk keju burrata, kantong kecil mozarella terbaik dan segar, berisi krim sapi dan terbungkus daun asphodel."

Mengapa memilih buku ini?
Buku ini buku bantal, benar-benar tebal. 560 halaman dan tulisannya kecil-kecil :D. Saya membeli buku ini karena tertarik dengan review dari teman-teman blogger buku waktu ada posting bersama tentang buku bertema food fiction, banyak yang memberi rating bagus pada The Wedding Officer. Gara-gara itu, saya sampai bela-belain cari buku bekasnya, karena sudah terbit lagi. Akhirnya berjodoh dengan salah satu kaskuser yang sedang cuci gudang buku koleksinya, dan saya membeli buku ini dari beliau seharga Rp. 18.000,- :D murmer bener yak.

Setelah membeli, buku ini sempat nganggur beberapa lama karena ternyata perlu niat ekstra untuk membacanya. Selain tebal dan tulisan kecil-kecil yang bikin jiper, kertasnya yang berbercak-bercak kuning (namanya juga buku bekas) lumayan menurunkan semangat untuk mulai membaca. Akhirnya ketika timbunan buku baru mulai berkurang, mau nggak mau kepegang juga sih. Dan eh, setelah mulai membaca, malah jadi ketagihan. :D

Hal yang disukai dari buku ini?
Alur ceritanya kaya, bukan hanya tentang cinta semalam. Ada unsur sejarah, romance, makanan bahkan sampai ideologi dan bumbu adegan dewasa pun ada di buku ini. Lengkap. Dan Anthony Capella mengemasnya secara menarik, sehingga semua unsur itu nge-blend (apa ya bahasa yang tepat? :D) dalam satu cerita.

Hal yang kurang disukai dari buku ini?
Apa ya, secara umum saya suka ceritanya sih. Yang paling menyebalkan mungkin semua adegan yang berhubungan dengan Alberto, mafia keparat yang jatuh cinta kepada Livia dan berusaha melakukan segala cara untuk mendapatkan Livia, walaupun itu termasuk menyakitinya dan mengirimnya ke garis depan pertempuran. Tapi walaupun sebal, bagaimanapun juga tokoh Alberto diperlukan dalam buku ini. Sayangnya sampai akhir tidak ada kelanjutan nasib Alberto, apakah benar-benar dipenjara atau tidak. Lebih bagus lagi sih, ditembak aja ya, orang macam dia benar-benar merusak peradaban. :D

Karakter favorit:
James Gould. Wahaha, mainstream sekali ya. Cowok baik-baik, tidak macam-macam, setengah lugu, setia dan cinta sekali sama Livia. Siapa yang tidak akan suka? :D Kalau mengutip kata Mbak Ren di review-nya ini, yang saya suka sih perkembangan karakter James, dari idealis menjadi realistis, polos menjadi tangguh, taat peraturan menjadi mengikuti apa yang kata hatinya bicarakan, semuanya terasa alami dan masuk akal. 

Berapa bintang:
Buku ini menarik untuk dibaca, dan isinya lengkap, ada romance, sejarah, masak-memasak, macam-macam deh. Kalau anda menyukai buku bantal dengan alur cerita yang lengkap, atau kalau anda penggemar salah satu genre yang saya sebutkan tadi, saya merekomendasikan buku ini. Untuk buku ini, saya memberikan rating : empat bintang.

Oh iya, buku ini banyak dibumbui adegan dewasa, jadi sebaiknya diperuntukkan bagi pembaca dewasa.


post signature

Friday, October 3, 2014

Book Review : The Bliss Bakery Trilogy #2 : A Dash of Magic

Judul : The Bliss Bakery Trilogy #2 : A Dash of Magic
 Pengarang : Kathryn Littlewood
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Mizan Fantasi
Tebal : 298 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2013
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance 


Rose menelan ludah. Mungkin aku bisa menang, pikirnya. Mungkin ini bukan tentang siapa yang memiliki bahan paling bagus dan yang memiliki bantuan ahli sihir terbanyak atau semacamnya. Mungkin ini tentang siapa yang paling bergairah untuk membuat kue, dan membantu orang lain untuk merasa lebih baik.

Buku ini tentang?
Buku kedua dari trilogi The Bliss Bakery. Ceritanya masih melanjutkan dari buku pertama, Bliss, tentang keluarga Bliss (Albert dan Purdy Bliss beserta keempat anak mereka : Ty, Rose, Sage dan Leigh) pemilik toko roti kecil di Calamity Falls, yang secara rahasia sekaligus merangkap ahli sihir dapur yang menggunakan bahan-bahan sihir ajaib untuk resep-resep roti mereka.

Di akhir buku pertama diceritakan bahwa Bliss Cookery Booke, buku resep ajaib turun-temurun selama ratusan tahun di keluarga mereka telah dicuri oleh Bibi Lily yang jahat yang telah memperdaya anak-anak Bliss tatkala kedua orangtua mereka tidak ada. 

Sementara keluarga Bliss kehilangan warisan mereka yang paling berharga, Bibi Lily menggunakan buku itu untuk acara masak-memasak di televisinya yang sangat terkenal : 30 Menit Sihir Lily. Bibi Lily bahkan memasarkan Bahan Sihir Lily dalam kemasan kotak kardus ke seluruh penjuru negeri. Rose dan ibunya mencoba membuat resep-resep 30 Menit Sihir Lily dan menambahkan sejumput Bahan Sihir Lily ke setiap adonan. Tanpa mereka sadari, Leigh, si bungsu yang berumur 4 tahun memakan kue Pound for Pound Lily, salah satu dari resep yang mereka uji coba. Akibatnya Leigh seperti terkena hipnotis, sikap anak-anaknya berubah menjadi seperti orang dewasa dan memuja-muja Lily. Tak ada jalan lain, satu-satunya cara mengembalikan Leigh seperti semula adalah dengan membuat kue Trifle Pembalik yang resepnya ada dalam Bliss Cookery Booke.

Rose, yang merasa paling bersalah dan bertanggung jawab atas pencurian buku itu oleh bibinya, rela melakukan apapun untuk mendapatkan kembali Bliss Cookery Booke. Maka dia menantang Bibi Lily untuk mengikuti kompetisi masak internasional di Paris, Gala Des Gateaux Grands Tahunan ke-78. Jika Rose menang, Bibi Lily akan mengembalikan bukunya. Jika tidak, maka buku itu akan selamanya menjadi milik Bibi Lily dan hilanglah hak kepemilikan keluarga mereka akan buku itu selama-lamanya.

Demi mendukung Rose dan mendapatkan buku itu kembali, keluarga Bliss meminta tolong kepada kakek buyut dari kakek buyut Rose, Balthazar Bliss yang memiliki satu lagi salinan Bliss Cookery Booke dalam bahasa Sassinian, bahasa kuno yang hanya Balthazar seorang saja yang dapat menerjemahkannya. Bersama kakek buyut dari kakek buyutnya, orangtua dan seluruh saudara-saudaranya, termasuk kucing Balthazar (Gus) dan seekor tikus mata-mata yang mereka temui di Paris (Jacques), dua binatang yang dapat berbicara karena memakan Biskuit Cheddar Mengoceh, keluarga Bliss bahu membahu mendapatkan bahan-bahan ajaib untuk mengalahkan Lily dalam kompetisi masak tersebut : Rahasia Senyum Mona Lisa, Dentang Lonceng Notre Dame, Bisikan Kekasih sampai Hujan Murni dari Puncak Eiffel.

Rose harus berjuang demi menciptakan masakan spesial yang membuatnya jadi pemenang. Dia benar-benar tidak boleh kehilangan Bliss Cookery Booke untuk kedua kalinya!

Mengapa memilih buku ini?
Nah, sebetulnya saya juga bingung kenapa sampai membeli buku yang kedua ini. :D Sebenarnya saya tidak ada niat untuk memperpanjang pengalaman dengan keluarga Bliss, karena ketika membaca buku yang pertama, kesannya biasa-biasa saja, tidak terlalu istimewa sampai membuat saya ingin membeli buku yang kedua. Namun entah kenapa waktu mampir ke toko buku, kok ya kebeli aja :D Mungkin karena sampulnya yang memang cakep itu ya, biru gelap berkesan gemerlap begitu, salah satu alasan yang juga membuat saya membeli buku yang pertama.

Hal yang disukai dari buku ini?
Di luar dugaan, buku kedua ini menurut saya jauh lebih bagus dari buku pertama, banyak petualangan, lebih bikin penasaran, dan kerja sama Rose bersama saudara-saudaranya (terutama Ty dan Sage) jauh lebih kompak dalam buku ini dibanding buku pertama dimana mereka masih terpecah-belah (Ty dan Sage masih terperdaya oleh Bibi Lily).

Tokoh-tokoh baru yang muncul : Balthazar Bliss, Gus si kucing, Jacques si tikus, kembar Parisian Miriam dan Muriel Desjardins, semuanya turut meramaikan petualangan Rosemary Bliss dan keluarganya.

Resep-resep ajaib masih bertebaran sepanjang cerita, dan tentu saja, membacanya membuat lapar mata dan lapar perut, sehingga mendorong saya membaca sambil mengunyah (ngemil) :D

Hal yang kurang disukai dari buku ini?
Rose yang masih tidak percaya diri dan galau. Ditambah lagi beban rasa bersalah karena telah membiarkan buku itu dicuri Bibi Lily, dan rasa tanggung jawab untuk memperoleh kembali buku itu. Rose tidak memiliki cukup rasa percaya diri untuk menang dalam kompetisi masak menantang Bibi Lily. Ketidakpercayaan diri itu membuat Rose beberapa kali berusaha mencuri balik Bliss Cookery Booke - yang tentu saja gagal - dan justru menjadi bumerang bagi mereka karena Jeremius (asisten Bibi Lily yang licik) membalas mereka dengan mencuri kopor Balthazar yang berisi toples-toples bahan sihir ajaib keluarga Bliss.

Karakter favorit:
Semua keluarga Bliss kecuali Lily. Juga Gus dan Jacques. Walaupun Rose sering kambuh "tidak pede dan galau"nya, yang menyebalkan ketika Rose merasa demikian karena dia jadi ingin mengambil jalan pintas dengan mencuri Bliss Cookery Booke alih-alih berusaha menang dalam kompetisi masak, tapi Rose tetap berperan penting dalam cerita ini dengan menunjukkan usaha dan tanggung jawabnya, juga bakatnya (yang tak pernah dia sadari) karena dia memiliki semua yang dia butuhkan, yaitu hasrat membuat kue, kota yang dia lindungi, dan keluarga yang dia cintai. Itu sudah cukup.

Berapa bintang?
Buku kedua ini lebih menarik dari yang pertama. Saya merekomendasikan buku ini untuk anda yang menyukai food fiction, atau untuk anda yang menyukai buku-buku bertema keluarga untuk anak-anak yang baru beranjak remaja. Buku ini juga cocok sebagai bacaan ringan di waktu luang yang santai, sambil ngemil tentunya. :) Untuk buku ini, saya memberikan rating tiga setengah bintang.



post signature

Wednesday, October 1, 2014

Book Review : Eleanor & Park


Judul : Eleanor & Park
 Pengarang : Rainbow Rowell
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Ufuk Publishing House
Tebal : 420 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2013
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance  


Eleanor was right. She never looked nice. She looked like art, and art wasn't supposed to look nice. It was supposed to make you feel something.

Two misfits.
One extraordinary love.

Set over the course of one school year in 1986, this is the story of two star-crossed sixteen-year-olds—smart enough to know that first love almost never lasts, but brave and desperate enough to try.


Buku ini tentang? 
Eleanor, gadis remaja 16 tahun, gemuk, rambut merah keriting mengembang, pakaian laki-laki yang kedodoran, semua yang akan membuat orang menganggapnya aneh.

Park, lelaki remaja 16 tahun, keturunan Korea, tidak pernah melakukan hal-hal aneh sepanjang hidupnya sampai ketika ia bertemu Eleanor.

Buku ini bertutur tentang kisah cinta Eleanor dan Park yang manis, tapi tidak terlalu manis. Park dan Eleanor bertemu untuk pertama kali dalam bus sekolah, ketika tak ada yang menawari Eleanor yang aneh untuk duduk, sehingga Park terpaksa harus menawarkan tempat duduk di sebelahnya. Eleanor segera menarik perhatian Park, penampilannya yang tidak biasa, sorot matanya yang tajam, suaranya yang tenang dan menjadi favorit guru kelas Bahasa Inggris, dan semua yang berhubungan dengan Eleanor - yang bagi Park terasa begitu misterius, begitu jauh. Park membiarkan Eleanor membaca komik yang dibacanya di dalam bus, kemudian Park mulai membawakan komik-komiknya untuk Eleanor setiap pagi, lalu membuat kompilasi album musik untuknya, bahkan memberikan baterai walkmannya. Park jatuh cinta kepada Eleanor yang aneh. Dan Eleanor pun merasakan hal yang sama terhadap anak Asia bodoh itu yang terus-menerus mengusiknya.

Kisah Eleanor dan Park didiiringi konflik, terutama dari sisi Eleanor. Tidak seperti Park yang berasal dari keluarga sempurna, ayah dan ibu yang saling mencintai, rumah yang nyaman, kakek dan nenek yang menyayangi, semua yang bisa dibayangkan dari sebuah keluarga ideal. Sementara Eleanor berasal dari keluarga yang berantakan. Ayah kandungnya telah bercerai dengan ibunya, meninggalkan ibunya bersama Eleanor dan ketiga adiknya. Ibunya menikah lagi dengan lelaki yang ternyata lebih brengsek dari ayahnya, dan mereka semua hidup miskin dalam rumah yang sempit yang bahkan tidak memiliki pintu kamar mandi. Konflik Eleanor terutama adalah dengan ayah tirinya yang nampaknya sangat membenci Eleanor, demikian pula sebaliknya. Ayah tirinya bahkan pernah mengusir Eleanor keluar dari rumahnya sehingga Eleanor harus hidup menumpang pada keluarga teman ibunya selama setahun, sampai keluarga itu terganggu dengan kehadirannya. Ketika Eleanor akhirnya kembali ke rumah ayah tirinya, hal-hal tidak kunjung membaik dan justru makin memburuk.

Mengapa memilih buku ini?
Yang pertama, karena tokoh utama pria bernama Park dan keturunan Korea. Mengingatkan saya pada Park Soo Ha dari serial drama Korea I Hear Your Voice nan imut dan menawan itu :D (ketahuan deh, penggemar drama Korea :p)

Kemudian ratingnya di Goodreads cukup bagus, termasuk beberapa review dari rekan-rekan blogger buku yang juga memberikan opini yang cukup menarik atas buku ini.

Hal yang disukai dari buku ini?

Cerita cinta yang manis dan luar biasa. Ya, untuk ukuran Park dan Eleanor yang baru 16 tahun, menurut saya mereka luar biasa. Park sungguh-sungguh mencintai Eleanor. Mudah untuk jatuh cinta pada Park yang tampan, anak baik-baik dan berasal dari keluarga sempurna. Tapi sungguh suatu hal yang mengagumkan bahwa Park yang justru lebih dulu jatuh hati pada Eleanor yang aneh, dan dari sudut manapun tidak bisa dimasukkan dalam golongan cewek-cewek yang populer di sekolah. Bandingkan dengan pacar pertama Park, Tina, yang merupakan cewek populer nomor satu. Eleanor benar-benar bumi dan langit dibandingkan dengan Tina.

Saya menyukai cara Park bermetamorfosis dari "terganggu dan sebal dengan Eleanor karena keanehannya", kemudian berubah menjadi "rasa tidak enak karena telah merasa terganggu dan sebal - dan mungkin seharusnya ia bersikap lebih ramah", lalu menjadi "ramah dan berusaha berkawan", sampai akhirnya "jatuh cinta". Seiring setiap perubahan perasaannya, Park berkembang menjadi lebih dewasa, sampai akhirnya ayah Park (yang selama ini selalu menganggap Park lebih tampak seperti anak perempuan dibanding anak lelaki) akhirnya melihat Park sebagai seorang lelaki. 


Saya suka bagian ketika Park berkelahi demi membela Eleanor, juga bagian ketika Park nekat mengantar Eleanor ke negara bagian lain demi melarikan diri dari ayah tirinya. Di kedua bagian itu, ayah Park seolah mendukung Park sepenuhnya (tidak seperti pada hal-hal lain terkait Park), mungkin karena ayahnya melihat bahwa melalui cinta dan pembelaannya pada Eleanor, Park telah berubah menjadi lelaki dewasa.

Untuk anda yang ingin merasakan kembali "debar-debar cinta pertama", kisah Eleanor dan Park bisa membawa anda kembali ke masa-masa itu. :)

Hal yang kurang disukai dari buku ini?

Terjemahannya. Dalam beberapa bagian terjemahannya kurang baik dan kurang pas, sehingga beberapa momen yang harusnya penting dan "mengena" jadi tidak terasa "mengena". Contohnya adalah quote di atas, dalam bahasa Inggris feel-nya dapet banget, tapi begitu baca novelnya (terjemahan), pas bagian itu saya malah bingung sendiri karena kurang pas diterjemahkan. Hal yang sungguh disayangkan karena sepertinya buku ini bertaburan kalimat indah yang semi puitis, tapi pas diterjemahkan, terjemahannya nggak dapet feel-nya.

Karakter favorit: 

Banyak. Park, Eleanor, ayah dan ibu Park. Semua keluarga Park (kecuali adiknya Josh yang menyebalkan - meskipun tidak terlalu menyebalkan juga) nyaris sempurna.

Berapa bintang:
Kisah cinta yang indah dan layak dibaca. Bagi anda yang menyukai genre romance, buku ini bisa menjadi pilihan. Saya sendiri turut tertawa, berdebar, sedih dan jatuh hati di beberapa bagian buku ini. Untuk buku ini saya memberikan rating empat bintang.


post signature