Friday, December 19, 2014

Book Review : Fortunately, The Milk


Judul : Fortunately, The Milk

Pengarang : Neil Gaiman, Skottie Young (US Version) / Chris Riddle (UK Version)
Bahasa : Inggris
Penerbit : HarperCollins
Tebal : 114 halaman
Format : Ebook
Diterbitkan pertama kali : September 2013
Genre : Children Literature


"I bought the milk," said my father. "I walked out of the corner shop, and heard a noise like this: T h u m m t h u m m. I looked up and saw a huge silver disc hovering in the air above Marshall Road."

"Hullo," I said to myself. "That's not something you see every day. And then something odd happened."

Review :

Membaca buku ini, banyak 'pertama kali' nya bagi saya. Pertama kalinya saya membaca buku Neil Gaiman, pertama kalinya saya membaca buku dalam format ebook dan berhasil menyelesaikannya, dan pertama kalinya saya membaca buku anak setelah sekian lama (lupa kapan terakhir baca buku kategori children literature).

Cerita bermula ketika Ibu (Mum) harus meninggalkan rumah selama beberapa hari untuk menghadiri konferensi. Selayaknya Ibu yang hendak meninggalkan keluarganya selama beberapa lama, tentunya banyak pesan-pesan sponsor yang dititipkan pada Ayah (Dad) terkait urusan rumah dan anak-anak (makan, les, kunci cadangan, tukang ledeng) I heart you, Muuum... Samaaa kaya sini tiap kali mo dines luar kota, pesan sponsornya udah kaya mo bikin surat wasiat XD. Selayaknya Ayah yang umumnya nggak gitu ngeh sama hal begituan, menyimaknya pun setengah hati sambil baca koran. Walhasil pesan sponsor yang diserap pun akhirnya nggak seratus persen (I heart you too on this part, Mum -__-). Ayah melupakan bagian akhir : susu sudah hampir habis.

Ketika anak-anak akan sarapan keesokan harinya, mereka baru menyadari kehabisan susu, dan tidak mungkin makan sereal tanpa susu. Waktu anak-anak menyampaikan ini pada Ayah, jawaban Ayah bikin gedubrak :

"We can't eat our cereal," said my sister, sadly.

"I don't see why not," said my father. "We've got plenty of cereal. There's Toastios and there's muesli. We have bowls. We have spoons. Spoons are excellent. Sort of like forks, only not as stabby."

:D Ini tipe Ayah yang suka ngejeplak ngomong apa aja sesuka hatinya. Plis dong Pak, gak bisa makannya tu karena gak punya susu...

Ketika anak-anaknya berkata bahwa tidak-bisa-sarapannya itu karena tidak adanya susu, Ayah terlihat nyaris menyarankan sarapan yang lain saja, yang tidak perlu pakai susu, contohnya sosis. Sampai Ayah tiba-tiba tersadar...

...then he looked like he remembered that, without milk, he couldn't have his tea. He had his "no tea" face.

Saya jadi berpikir bahwa keluarga ini tinggal di Inggris atau keluarga asal Inggris, karena kebiasaan minum teh nya, apalagi pada laki-laki. Dimana umumnya wajah garing para pria di belahan bumi lain baru muncul kalau tak ada kopi, tapi di sini ekspresi merana itu muncul tatkala tak ada teh.


Tradisi tea time di Inggris yang elegan dengan cangkir klasik motif floral, kue-kue manis, dan tak lupa teh serta susu. Picture taken from here.

Dan mengalahlah sang Ayah. :D Keluarlah ia untuk membeli susu. Sementara anak-anaknya menunggu... menunggu.. dan menunggu.. sampai akhirnya sang Ayah nongol kembali di hadapan mereka. Anak-anak yang bete pun bertanya kemana saja Ayah mereka selama ini? Dan jawaban Ayah adalah blurp yang tertulis di atas tadi :

"I bought the milk," said my father. "I walked out of the corner shop, and heard a noise like this: T h u m m t h u m m. I looked up and saw a huge silver disc hovering in the air above Marshall Road."

"Hullo," I said to myself. "That's not something you see every day. And then something odd happened."

Well, something ODDER happened. Ayah bercerita apa yang dia alami selama "menghilang" untuk membeli susu. Cerita yang melibatkan alien, dinosaurus, bajak laut, manusia purba, vampir dan mesin waktu. Semuanya dilalui Ayah demi membawa pulang susu ke rumah. Dan di setiap bagian cerita, tak lupa Ayah selalu berkata...

"Fortunately, I had kept tight hold of the milk..."

Bener-bener kalimat itu sepanjang cerita tidak pernah lupa dilupakan. Jadi sang Ayah selalu menegaskan bahwa si susu aman dan menempel terus padanya. Walaupun ada sih, saat dimana Ayah benar-benar kehilangan susu itu. :D

Fortunately, The Milk bertutur tentang petualangan yang dilewati Ayah dalam perjuangan untuk membawakan susu bagi anak-anaknya. Petualangan yang ajaib, absurd, dan penuh kejutan.

Saya suka dengan karakter Ayah di sini, jago ngeles, banyak akal dan kocak, tapi cool. Anak-anaknya mengimbangi karakter Ayah mereka dengan tetap realistis, logis, dan (sedikit) sarkastis.

Cerita mengalir dengan menarik dan happy ending (iya, si botol susu dan isinya, plus yang membawanya - Ayah, akhirnya sampai ke rumah dengan selamat). Fortunately, The Milk juga diperkaya dengan ilustrasi keren. Ada dua versi ilustrasi buku, versi US dikerjakan oleh Skottie Young, dan versi UK oleh Chris Riddle. Yang saya baca adalah versinya Skottie Young. Saya tidak terlalu paham seni, dan tidak tahu jenis gaya gambar yang dianut Young, tapi gaya gambarnya yang tidak "biasa" bagi saya tetap keren, membuat buku ini tampil "beda" dan saya sangat menyukainya.

Meet the awesome Dad and his children. :)

Banyak hal-hal kocak yang saya temui dalam buku ini, seperti istilah-istilah aneh yang digunakan Profesor Stegosaurus untuk menamai benda-benda, contohnya balon udara dia sebut dengan Floaty-Ball-Person-Carrier dan buah kelapa dengan hard-hairy-wet-white-crunchers :D. Ada juga momen dimana ke-absurd-an cerita ayahnya sudah mengarah jadi mustahil, seperti adanya piranha di tengah lautan, yang langsung disela sang anak :

"Hang on," I said. "Piranhas are a freshwater fish. What were they doing in the sea?"

:D

Dan klimaksnya, benarkah apa yang diceritakan Ayah? Sungguhkah semua hal absurd itu benar-benar terjadi? Bagaimana bila Ayah membawa bukti untuk semua ceritanya? 

Anda akan menemukannya di akhir buku ini. ;)

Secara keseluruhan saya sangat menikmati dan terhibur dengan buku ini. Tidak terlalu tebal, tapi menarik. Walaupun genre nya children literature, buku ini bisa diterima semua kalangan yang menyukai cerita imajinatif, ringan dan kocak. Anda bisa membacanya bersama putra-putri Anda, atau membaca untuk diri Anda sendiri, tetap menghibur. Untuk Fortunately, The Milk saya memberikan rating empat bintang.

Jadi kepingin baca buku Neil Gaiman yang lain. Ada saran? ;)

Sunday, December 7, 2014

Reading Habits and Reading Nook

I discovered this post through Stefanie blog post. She said that it was tagged to everyone, so everyone can join. The questions here are so interesting to answer, and it's all about reading habits. Why don't give it a try? It seems fun. Let's check it out! :)


Picture taken from here.


1. Do you have a certain place at home for reading?

No. I don't have any certain places. I read anywhere I can access a book. As a mom of two kids (a toddler and a baby), you know that kids could be everywhere...so I read wherever my kids are, as long as I can find a comfort position.

2. Bookmark or random piece of paper?

Bookmark. I tend to loose it everytime I use another method to mark my reading, even when I fold down the page. Bookmark is a more effective way,  and it's pretty nice to have it there among the papers in your book. I love cute bookmarks too. ;)

3. Can you just stop reading or do you have to stop after a chapter/ a certain amount of pages?

I can stop reading anytime. Just make sure I reach a period in the end of the sentence. If I get lost, I re-read some parts back.

4. Do you eat or drink while reading?

BOTH. I'm kind of person who love to read something while I have my meals. My parents protest me a lot for this habit as they think it's unpolite behavior on dinner table. But I'm still doing it, till today. :)

5. Multitasking: Music or TV while reading?

I don't mind to have music or TV on or even another kind of noise while I'm reading, I usually ignore it all and focus on what I read.

6. One book at a time or several at once?

Definitely one book at a time or I will get confused. If I read several books at once, it would mess into each other. :D

7. Reading at home or everywhere?

Everywhere. I read in my way to the office, in coffee shop, or while queueing the doctor.

8. Reading out loud or silently in your head?

Silently. Reading aloud only happen when I study for exam and try to memorize all the materials :D I don't know why, sometimes it's easier to get it in into your brain when you mention it with sound. But it won't work for fiction, reading aloud will break the joy. Not to count reading activities with kids, of course you have to read it aloud for them.

9. Do you read ahead or even skip pages?

I have a bad habit, I can't resist to read last page before I reach it. But I'm trying my best to avoid it because it sometimes ruin things.

10. Breaking the spine or keeping it like new?

I never break the spine, not either fold down the paper on purpose, but with kids running around it's difficult to keep the book I read like new. There will be a little dirt, a little fold, a little wet... :D But the point is, I read it, right? Rather than having perfect neat book on shelf that you don't read. Eventhough I also have some kind of it on my TBBR (To-Be-Read-Review) book pile that has not been touched yet.

11. Do you write in your books?

Yes, sometimes. Sometimes I wrote my name on it, sometimes I signed it, sometimes (especially for English edition) I wrote down the Indonesian meaning after I checked the dictionary for some words that I didn't know before.


So those are my answers to the questions. If you want to, you can join this tag and make a post of your own, then share it to us. Have fun! :)

Thursday, December 4, 2014

Book Review : Can You Keep A Secret?


Judul : Can You Keep A Secret?

Pengarang : Sophie Kinsella
Penerjemah : Siska Yuanita
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 479 halaman
Diterbitkan pertama kali : September 2003
Format : Paperback
Target : Dewasa
Genre : Romance Fiction (chicklit)


Emma Corrigan, seperti gadis-gadis lain di dunia, memiliki beberapa rahasia kecil.

Rahasia yang disembunyikannya dari ibunya :
1. Sammy si ikan mas bukan ikan yang sama dengan milik Mum dan Dad dulu.

...dari pacarnya:
2. Ukuranku nomor 12. Bukan 8, seperti yang dikira Connor.
3. Aku selalu menganggap Connor mirip Ken. Ken temannya Barbie.

...dari rekan-rekan kerjanya:
4. Kalau Artemis bertingkah menyebalkan, aku menyiram tanamanntya dengan jus jeruk.
5. Akulah yang bikin macet mesin fotokopi kapan itu. Setiap kali.

Rahasia-rahasia yang tidak akan diungkapkannya pada siapapun di dunia:
6. G-string-ku sama sekali tidak nyaman dipakai.
7. Aku tidak tahu apa kepanjangan NATO. Bahkan aku tidak tahu apa NATO itu.

Lalu pada suatu hari di pesawat, Emma mengungkapkan semuanya kepada orang tak dikenal. Atau paling tidak, dia pikir orang itu bukan siapa-siapa...

Review :

Ini adalah buku Sophie Kinsella ketiga yang saya baca setelah Confession of A Shopaholic dan The Undomestic Goddess. Tipikalnya kurang lebih masih sama, chicklit ringan yang menampilkan tokoh wanita muda (yang sering bertindak) bodoh tapi selalu bisa menarik hati cowok-cowok paling keren. :D

Buku ini bercerita tentang Emma Corrigan, staf divisi Marketing perusahaan Panther Corporation. Emma akhirnya bekerja di bidang pemasaran setelah beberapa kali putus asa mencoba berkarir di bidang lain yang dianggap sesuai passion-nya, tapi selalu gagal. Selama ini Emma selalu berada di bawah bayang-bayang Kerry, sepupunya yang sukses dalam karir, kehidupan pribadi, maupun dalam urusan mengambil hati kedua orang tua Emma.

Sebagaimana cewek-cewek lain (menurut Emma demikian), Emma menyimpan banyak rahasia. Baik dari orang tuanya, dari Connor pacarnya, dari sahabatnya dan dari orang-orang lain. Banyak di antara rahasia itu yang bodoh (menurut saya sih, ngapain yang begituan diumpet-umpetin). Tapi di sisi lain sebenarnya, dalam kehidupan nyata, kita sering menjumpai - atau bahkan menjadi - Emma, yang menyembunyikan banyak hal buruk tentang diri kita hanya supaya bisa jaim dan kelihatan baik di mata orang lain, walaupun itu artinya membohongi diri sendiri.

Dalam perjalanan pulang dari Glasgow, pesawat yang ditumpangi Emma mengalami turbulensi. Dalam ketakutan dan kecemasan, tanpa sadar Emma menumpahkan semua (iya, semua) rahasia bodohnya kepada lelaki yang duduk di sebelahnya. Emma tidak menyadari akibat ke-ember-annya sampai ia mengetahui bahwa lelaki itu adalah Jack Harper, multijutawan pemilik perusahaan Panther Corporation, tempat Emma bekerja.

Kejadian berikutnya bisa ditebak, semua rahasia Emma yang dibeberkan kepada Jack menjadi bumerang bagi Emma. Jack, orang nomor satu di perusahaan, yang tahu keadaan Emma sebenarnya, membuat Emma tidak bisa jaim lagi dan mati kutu menjadi sasaran Jack. Sasaran dalam arti yang lucu. Jack setengah menggoda, setengah menyindir, setengah mempermainkan, dan Emma tak berkutik dibuatnya. Namun Jack melakukannya dengan manis, sehingga tanpa disadari, keberadaan Jack bagaikan magnet bagi Emma. Satu hal yang tak pernah dirasakannya ketika bersama Connor.

Bagian Jack menggoda Emma dengan "senjata" rahasia-rahasia Emma benar-benar lucu dan menghibur. Saya membayangkan betapa malunya Emma dan betapa gelinya Jack. Termasuk ketika Emma memberitahu Jack di pesawat, kode rahasia yang selalu digunakan Katie sahabatnya, "Emma, bisakah kau ikut aku untuk meneliti angka-angka ini?" padahal arti sebenarnya adalah "Kita kabur ke Starbucks sebentar, yuk..." Dan kemudian dengan polosnya Katie menggunakan kode itu pada Emma di kantor, di depan hidung Jack Harper. :D

Relasi unik antara Emma dan Jack Harper, kebiasaan Emma untuk tidak jujur kepada dirinya sendiri dan orang lain, hubungannya dengan Connor yang menurut Emma 'kehilangan gairahnya', termasuk masalah Emma dengan keluarganya dikemas dengan manis dalam buku ini. Masih khas Sophie Kinsella, tokoh utama yang (meminjam istilah Ren) TSTL (too stupid to live), kocak, dan rentan pesimis. Namun dalam beberapa hal, menurut saya Emma masih lebih mendingan daripada Becky dalam Shopaholic Series, karena hal-hal bodoh yang dilakukan Emma masih wajar, manusiawi dan sangat mungkin pernah pula kita lakukan dalam hidup. Nggak sebodoh dan segeregetan terhadap Becky lah. :D

Ada juga beberapa quote yang bagus mengenai bagaimana seharusnya sebuah hubungan dibangun sebagaimana dikatakan Emma kepada Jack ketika Jack 'membocorkan' semua rahasia Emma di televisi sementara Emma baru menyadari bahwa ia tak mengetahui sesuatupun tentang Jack.

"Jack, hubungan terbentuk oleh rasa percaya dan kesetaraan. Kalau seseorang berbagi, maka orang yang lain juga harus berbagi.
.....
Hubungan yang sesungguhnya seharusnya berjalan dua arah. Hubungan yang sesungguhnya berdasarkan pada kesetaraan. Dan rasa percaya."

Ciri khas Sophie Kinsella dalam menulis chicklit ringan, manis, menghibur dan lucu masih ditemui dalam buku ini. Page turner juga, bagian Jack menggoda Emma dengan fakta rahasia-rahasianya malah saya baca beberapa kali sambil senyum-senyum sendiri. Saya membaca buku ini tanpa dihinggapi rasa bosan. Kalaupun rentang waktu menyelesaikan buku ini yang tergolong luammaa.. Itu karena terpotong kelahiran anak saya, dan butuh waktu untuk settle down dengan ritme hidup yang pastinya berubah sampai akhirnya sempet megang buku ini lagi. :D

Saya juga suka endingnya, happy ending. Iyalah, namanya juga chicklit :D. Walaupun mudah tertebak alurnya dari awal, tapi saya tetap menikmati membaca buku ini karena Sophie Kinsella mengemasnya dengan manis. Untuk buku ini, saya memberi rating empat bintang.

Wednesday, December 3, 2014

November Sweet Surprises

Halo semua,

Rasa-rasanya udah agak beberapa lama nggak posting ya. Hehe, many things happened last month, some sweet surprises. ^__^

Kejutan manis pertama adalah kelahiran anak kedua kami pada pertengahan November lalu. Alhamdulillah semua lancar dan rumah kami tambah rame pastinya :D Mohon doanya agar the baby boy tumbuh menjadi anak sholeh dan memberi manfaat bagi orang lain, cerdas, selalu dalam lindungan Allah SWT dan sehat senantiasa, Aamiin..

Kejutan manis kedua adalah..... Akhirnya resmi juga diterima sebagai anggota Blog Buku Indonesia (BBI). Woo hoo! Akhirnyaaah... :D

Dari awal saya sudah tertarik bergabung, mengajukan permohonan bergabungnya sih udah dari awal tahun ini, tapiiiii ternyata prosesnya lumayan berliku. :D Pada saat saya mengajukan permohonan bergabung ternyata BBI sedang "bersih-bersih" data member, jadi untuk beberapa bulan tidak menerima pendaftaran member baru. Jadi setelah pasang surut upaya daftar itu :D pada tanggal 27 November kemarin, saya mendapatkan email kado cantik dari Divisi Keanggotaan BBI yang menyatakan resmi diterima sebagai member BBI dengan nomor ID 1411262. *jogetpompom*

Jadiii udah boleh nih pasang button logo BBI di sidebar blog. *jogetlagi*


BBI Member #1411262

So, I am officially a proud member of BBI! Woo hoo!

Buat yang ingin tahu apa itu BBI dan gimana cara daftarnya, kamu bisa klik link ini.


Saturday, October 25, 2014

Book Review : Mantra Dies Irae



Judul : Mantra Dies Irae
 Pengarang : Clara Ng
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 348 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2012
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance, Comedy Romance


Bagaimana jika ini semua ini terjadi pada suatu hari:

Disihir menjadi truk gandeng, lukisan, sapu lidi. 

Orang yang dicintai habis-habisan tidak pernah membalas cinta itu.
Dikejar-kejar teman seperguruan yang ingin membalas dendam. 
Hukum cinta seakan-akan salah rumus.

Ini bukan hari biasa!

Dimulailah usaha keras dari seekor kucing hitam bernama Dakocan. Untuk mengais serpih-serpih kebahagiaan. Kebahagiaan yang takkan pernah terlihat. Atau kecuali dimunculkan dengan mantra ajaib: Dies Irae.


Ini adalah karya ketiga Clara Ng yang saya baca. Saya sudah lama menjadi followernya di Twitter, tempat dimana beliau banyak sharing tentang dunia tulis-menulis dan baca-membaca yang menurut saya layak untuk disimak. Buku pertama dari Clara Ng yang saya baca adalah Tea for Two, duluuu banget, baca sepintas aja sih, modal minjem sesaat :p. Karya kedua yang saya baca adalah cerpen di majalah Femina. Dua-duanya kategori dewasa, dengan cerita cinta dewasa dan konflik yang tajam, cenderung suram. Not my kind of genre. Karena menurut saya, membaca adalah bagian dari relaksasi, me time untuk melepaskan diri dari rutinitas harian yang bikin stres, maka dari itu buku yang saya baca sebisa mungkin harus membuat saya happy. :D

Awalnya, saya mengira buku ini adalah jenis drama yang bertaburan romantisme, karena spesialisasi Clara Ng setahu saya adalah membuat kalimat-kalimat romantis yang melelehkan hati. Ternyata, buku ini jauh lebih ceria banget, ini jenis drama komedi. Di beberapa bagian saya sukses ngakak :D.

Buku ini sebenarnya merupakan buku ketiga dari trilogi Jampi-Jampi Varaiya. Kalau di buku satu dan dua diceritakan bahwa tokoh utamanya adalah Xander dan Oryza, di buku ketiga ini, pemeran pembantu mengambil alih jadi tokoh utama : Pax dan Nuna. Mungkin karena cerita Xander dan Oryza sudah sampai pada klimaksnya (akhirnya dua-duanya ngaku kalau sama-sama suka), sehingga buku ketiga ini ganti menceritakan tokoh-tokoh yang ceritanya belum selesai. Saya cukup beruntung dengan pergantian pemeran ini, karena saya tidak membaca buku satu dan dua, jadi cerita tentang Pax dan Nuna (yang baru jadi tokoh utama di buku ketiga) bisa dengan mudah saya ikuti tanpa merasa kehilangan sebagian alur cerita.

Ini cerita tentang Pax (penyihir dengan keahlian memanggil mantra hujan-badai-angin-ribut dan mengubah diri jadi kucing hitam bernama Dakocan) dan Nuna (penyihir jago masak, punya warung makan ramai dan ahli menjitak dengan sodet). Pax dan Nuna sama-sama bernasib malang, sama-sama patah hati tingkat batara dewa, sama-sama jatuh cinta setengah mati pada orang yang justru menyukai orang lain. Pax jatuh cinta pada Oryza, dan Nuna pada Xander. Apa mau dikata, takdir menentukan lain, Oryza dan Xander saling jatuh hati dan memutuskan untuk menikah. Meninggalkan Pax dan Nuna yang berdarah-darah karena putus cinta.

Alurnya sebenarnya sederhana dan klise. Dari bab pertama kita juga sudah tahu kalau Pax dan Nuna, pada akhirnya pasti bakal jadian juga. Tapi Clara Ng cukup berhasil mengemas jalan cerita menuju akhir tersebut dengan manis, lucu dan menghibur. Tokoh-tokohnya semuanya penyihir koplak (maafkan bahasanya :D), dan di antara sekian banyak tokoh sepertinya yang bertingkah waras hanya satu yaitu Zea kakak Oryza, itupun hanya muncul sesekali. Trus bagaimana dengan sisanya? Ya itu tadi, koplak semua. :D

Uniknya kehidupan penyihir, tingkah polah mereka yang ajaib, mantra-mantra dan pertarungan sihir, ditambah dengan adegan romantis antara Pax dan Nuna menjadi penghibur sepanjang buku. Membaca buku ini saya seperti menonton drama komedi romantis Korea, dimana tokoh utamanya sering bertingkah konyol, si perempuan gemar menjitak kepala si laki-laki, sama-sama suka tapi malu mengakui (atau sok tidak menyadari sama sekali), dan menghabiskan hari-hari bersama hanya untuk bertengkar satu sama lain. Ya, persis seperti itulah.

Karena memang jenisnya komedi, nama-nama tokohnya pun terdengar tidak lazim. Misalnya nama anak-anak keluarga Karbohidrat: Oryza Sativa Raya (nama latinnya padi), Zea Mays Raya (jagung), dan Solanum Tuberosum (kentang). Juga nama-nama seperti Pax, Nuna, Strawberi, Chao, Tsungta, yang tidak lazim dalam keseharian kita. Walaupun isinya dunia penyihir, tapi Clara Ng membuat dunia penyihir itu nge-blend dengan kehidupan Jakarta, sehingga kita tidak merasa membaca kisah dari planet antah-berantah lain.

Setelah membaca buku ini, saya jadi ingin membaca buku-buku Clara Ng yang lain seperti Dimsum Terakhir dan Pintu Harmonika. Masuk wish list nih. :D

Secara umum buku ini cukup menarik. Ringan, menghibur, bacanya nggak perlu sampai mengerutkan alis. Buku ini cocok untuk teman weekend yang santai, yang nggak perlu mikir berat-berat, sambil leyeh-leyeh di sofa dan makan camilan. Untuk buku ini saya memberikan rating tiga setengah bintang. :)


post signature

Friday, October 17, 2014

Book Review : Amy and Roger's Epic Detour



Judul : Amy and Roger's Epic Detour
 Pengarang : Morgan Matson
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 462 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2010
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance, Road Trip Fiction  


Yup. Akhirnya saya selesai juga baca buku ini. Saya beli buku ini karena rating dan reviewnya di Goodreads yang bertabur bintang. Tapi terrrrnyataa... butuh perjuangan yang lumayan untuk menyelesaikan buku ini, walaupun akhirnya selesai juga. Fiuh. *lap keringet*

Buku ini tentang?
Buku ini bercerita tentang Amy Curry, remaja cewek yang punya masalah psikologis karena ayahnya meninggal baru-baru ini. Amy, sejak kecelakaan yang mengambil nyawa ayahnya, menjadi pribadi yang sama sekali berbeda, tertutup, menghindar dari orang lain, penyendiri dan cenderung depresif. Hal itu diperparah dengan tidak adanya orang yang mendukung di sekitarnya. Amy tinggal sendiri di rumah lama keluarga mereka karena adiknya - paska kecelakaan itu - masuk pusat rehabilitasi obat-obatan, dan ibunya memutuskan pindah ke Connecticut untuk memulai hidup baru.

Perjalanan epik ini dimulai ketika ibu Amy menyuruh Amy menyusulnya pindah ke Connecticut lewat perjalanan darat dengan mobil keluarga mereka. Dalam perjalanan Amy ditemani oleh Roger, anak sahabat ibunya yang khusus dimintai tolong untuk menyetir mobil sampai ke Connecticut. Ibunya telah menyiapkan rencana perjalanan selama empat hari untuk mereka ikuti.

Masalah dimulai ketika Amy dan Roger, yang merasa rute pilihan ibu Amy sangat membosankan, mulai mengubah rute perjalanan mereka. Berubahnya tidak tanggung-tanggung, berubah total. Kadang bahkan perubahan tersebut tidak direncana sama sekali. Perjalanan ke Connecticut yang seharusnya hanya memakan waktu empat hari pun akhirnya jadi molor berhari-hari.

Seluruh buku ini menceritakan perjalanan Amy dan Roger dari California sampai ke Connecticut, dengan beberapa bagian flashback adegan Amy bersama ayahnya. Pada akhirnya, perjalanan ini bagi Amy dan Roger tidak hanya menjadi sekedar perjalanan, tapi juga pencarian, dan penyelesaian atas banyak hal yang mengubah hidup mereka. 

Amy yang akhirnya menerima takdir hidupnya, memperbaiki hubungan dengan ibu dan adiknya, melakukan hal-hal bandel dan spontan yang tak mungkin dilakukan diri Amy yang lama, bahkan Amy mulai membuka hati. Roger yang akhirnya bisa move on dari mantan pacarnya, kemudian mulai melihat Amy dengan cara berbeda. Semua ini dilewati mereka berdua dalam perjalanan panjang tersebut.

Pada akhirnya, perjalanan - sekaligus pencarian - yang mereka lakukan bersama, akhirnya menjadi cara untuk menyelesaikan beberapa hal yang sebelumnya tidak terselesaikan. Dan di akhir cerita, happy ending tentunya, karena baik Amy maupun Roger menemukan tujuan mereka yang sebenarnya.

Mengapa memilih buku ini dan bagaimana pendapat tentang buku ini?
Sudah saya bilang di atas kan, karena rating dan reviewnya di Goodreads yang bertabur bintang. Walaupun, hiks, ternyata butuh upaya yang lumayan melelahkan untuk menyelesaikan buku ini, rada capek bacanya. Rasanya buku ini nggak cocok dengan saya. 

Yang pertama karena karakter Amy yang nggak-tipe-saya banget. Karakternya di awal-awal cerita dark, suram, remaja bermasalah, tipe nggak percayaan sama orang, menyalahkan diri sendiri, menghindari orang lain, dan hal-hal semacam itulah. Oke, dia punya alasan (versi dia) untuk bersikap seperti itu. Tapi kekeraskepalaannya untuk meyakini bahwa sikap yang dia pilih itu benar, menurut saya itu menyebalkan sekali. Lagipula lari dari masalah (yang selama ini dia lakukan), buat saya itu justru memperkusut benang yang sudah ruwet dan terutama, menyusahkan orang lain. Kenapa sih, dia nggak coba membuka pikirannya sedikit saja dan berhenti mengutuk diri sendiri terus-menerus. Memangnya selesai ya, problema hidup dengan bermuram durja sepanjang masa?

Yang kedua, perubahan karakter Amy setelah dia menceritakan semuanya kepada Roger. Roger yang langsung bilang, "bukan salahmu", tiba-tiba bisa membuat Amy langsung terbuka matanya daan...berubah! Hah, serius? Secepat itukah responnya? Sementara selama berbulan-bulan Amy mengubur diri dengan penolakan terhadap orang-orang yang sudah selalu mengatakan hal itu padanya. Memangnya siapa sih Roger? Cowok sangat keren, tapi apa cukup itu saja. Walaupun sudah melakukan tur berhari-hari bersama dan ujung-ujungnya Amy naksir, tapi masa sih seinstan itu, dengan satu sabda dari Roger maka hilanglah semua bebannya.

Yang ketiga, saya bisa paham kenapa Amy naksir Roger, karena selain keren dia juga terbukti baik sekali dan sabar sekali meladeni Amy yang lebih sering menutup diri. Tapi saya gak bisa paham kenapa Roger naksir Amy, selain karena (konon kata beberapa tokoh) Amy cukup cantik. Cantik doang nggak cukup kan, atau mungkin Roger tertarik pada ketertutupan pribadi Amy, dan akhirnya keterbukaannya tentang trauma yang dialaminya, mungkin Roger tipe laki-laki yang tertarik pada cewek bermasalah yang akhirnya mau mengakui masalahnya dan mau berubah. Tapi tetap saja bagi saya karakter Amy kurang kuat untuk membuat saya jatuh hati, gak ada yang spesial gitu loh (tapi untungnya saya bukan Roger ya :D)

Yang keempat, istilah-istilah alias yang digunakan dalam playlist dan dalam scrapbook lumayan mengganggu saya. Mungkin ini masalah terjemahan ya, entah juga, karena saya tidak baca versi bahasa Inggrisnya. Menurut saya alias-alias dan hal-hal yang ditulis dalam scrapbook Amy itu aneh, kadang gak nyambung, dan walaupun maksudnya diharapkan untuk lucu-lucuan, karena gak nyambung dengan suasana cerita di mana itu ditulis, jadinya ya, saya malah terganggu.

Yang kelima, sampai akhir baik Amy maupun Roger tidak yakin apa yang sebenarnya mereka rasakan. Loh, kok bisa?? Bukannya satu kata dari Roger (yang sudah saya bilang di atas tadi) menyelamatkan hidup Amy? Bukannya mereka sudah kencan super romantis sampai ke tempat tidur segala? Lha terus semua itu apaaa maksudnyaaa.....

Fiuh. Capek.

Tapi ada beberapa hal yang saya suka sih. Saya suka karakter Bronwyn yang bersemangat dan dermawan sekali sampai memberi satu koper baju-baju keren untuk Amy (kecuali bagian kamar Bronwyn yang berantakan, karena saya paling gak bisa tidur di kamar berantakan). Saya juga senang karena berhasil menebak jawaban Amelia Earhart lebih dulu dari Amy waktu permainan Dua Puluh Pertanyaan. Suasana road trip, jalanannya dan wisata kulinernya cukup menarik untuk diikuti, jadi ingat masa-masa muda dulu :D waktu masih kuliah. Bedanya, dulu road tripnya naik motor, maklum mahasiswa serba pas-pasan, jadi punyanya cuma motor. :D Saya juga suka Lucien, baik sekali dia ya, baru bertemu sudah servis ini itu kepada tamu yang baru sekali dijumpai. Cuma pas ujungnya Lucien naksir Amy, saya bingung lagi. Apa yang bikin naksir? Masa cuma gara-gara cantik itu tadi. Kayanya kok alasannya kurang mantep. --> fyi, pendapat ini mungkin cuma muncul kalo reviewernya perempuan :D

Berapa bintang?
Rasanya, dengan semua yang sudah saya jembreng di atas, buku ini kok kayanya bukan untuk saya. Mungkin lebih pas untuk anda yang menyukai masa remaja yang serba tidak tertebak, serba spontan. Atau mungkin juga untuk anda yang senang dengan traveling dan road trip. Untuk saya, cukup tiga bintang saja. :)


post signature

Saturday, October 11, 2014

Book Review : The Wedding Officer



Judul : The Wedding Officer

 Pengarang : Anthony Capella

Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 560 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2008
Format : Paperback
Target : Dewasa
Genre : Romance, Food Fiction, Historical Fiction  



L'appetito viene mangiando. Selera datangnya karena makan. 

Buku ini tentang?
The Wedding Officer menceritakan tentang kisah tentang Livia Pertini dan James Gould. Livia Pertini adalah gadis Napoli, Itali yang pandai memasak (benar-benar pandai, she born to cook, begitulah kurang lebih), sedangkan James Gould adalah kapten Inggris yang ditugaskan di Napoli setelah wilayah tersebut berhasil ditaklukkan tentara Sekutu dari penguasaan tentara Jerman.
Diceritakan dalam sinopsis The Wedding Officer, bahwa James Gould ditugaskan sebagai Pejabat Pernikahan yang tugasnya di antaranya adalah mencegah para tentara Sekutu menikahi gadis-gadis Itali kekasih mereka. Tetapi para gadis di Napoli sengaja mengatur agar seorang gadis desa Itali yang cantik dan pintar masak diterima sebagai juru masak untuk Kapten Gould dan stafnya. Dan Kapten Gould yang terpikat oleh pesona si gadi Itali dan masakan-masakan lezatnya mulai menyadari hatinya lebih penting daripada perintah-perintah atasannya.

Sinopsisnya sih, simpel. Tapi setelah baca, ceritanya kaya. Ke-bantal-an buku ini menjadikan alur cerita bisa berkembang kompleks dan luas, tidak sesederhana ketemu-jatuh cinta-kawin. Saya menghabiskan 188 halaman sebelum James bertemu Livia untuk pertama kalinya. 

Cerita mengalir alami, berawal dari latar belakang hidup Livia dan James sebelum mereka berdua bertemu, dan kisah cinta mereka masing-masing sebelumnya. Jatuh cinta di antara keduanya pun pakai proses, tidak instan, sehingga saya bisa turut memahami kenapa keduanya bisa saling menyukai.

Alur dimulai dari masing-masing kehidupan Livia dan James, sampai akhirnya bertemu, dan kemudian berpisah. Takdir menyeret Livia ke garis depan pertempuran perang dan James pun menyusul untuk mencarinya.

The Wedding Officer dilatarbelakangi sejarah perang di Eropa, terutama Itali, antara tentara Sekutu melawan Jerman (Hitler) di tahun 1944. Dalam tahun tersebut terjadi pula letusan dahsyat gunung Vesuvius di Itali. Anthony Capella menggambarkan adegan peperangan yang dilakukan Gould saat bertempur melawan Jerman di garis depan dengan sangat baik, rasa-rasanya seperti saya sedang menonton film perang, macam Saving Private Ryan. Walaupun adegan perang tidak terlalu panjang, namun Capella mendeskripsikan suasana peperangan secara detail, kehidupan para tentara di garis depan, kekejaman dan kemanusiaan yang saling tumpang tindih, dan kegigihan untuk menunaikan tugas walaupun mempertahankan nyawa menjadi hal yang sangat rapuh.

Bagi warga sipil Itali, perang juga mendatangkan petaka. Baik saat mereka dikuasai Jerman maupun saat Sekutu mengambil alih, warga sipil selalu menjadi pihak yang dikorbankan. Ketiadaan pekerjaan, kekacauan, kemiskinan dan kelaparan menjadi hal sehari-hari yang harus dihadapi. Sebagian besar gadis-gadis di Napoli menjadi pelacur bagi tentara Sekutu sekedar agar dapat bertahan hidup. Pasar gelap dan mafia merajalela.

"Bahkan sebelum serdadu Sekutu datang mengambil seluruh sisa persediaan makanan keluarga Pertini, sudah jelas bahwa pembebasan (dari Jerman oleh Sekutu) tidak akan lebih baik, dan bahkan dari beberapa sisi lebih buruk, daripada pendudukan oleh Jerman. Sekarang Itali menjadi medan pertempuran di mana tidak ada pihak Itali, dan untuk kedua belah pihak (Jerman dan Sekutu), kebutuhan penduduk sipil menempati urutan kedua setelah kepentingan memenangkan perang."

Di antara adegan perang dan kehidupan Livia dan James, The Wedding Officer juga bertaburan makanan, apalagi ditunjang dengan keahlian khusus tokoh utama (Livia) di bidang masak-memasak. Sebagaimana buku-buku Anthony Capella yang lain yang bertema food fiction, The Wedding Officer juga penuh dengan makanan Itali yang lezat. Pokoknya baca ini buku cocoknya sambil ngemil, karena membuat lapar pembacanya :D

"Mozarella affumicata diasapi ringan dan berwarna cokelat, sementara scamorza diasapi di atas lapisan kulit kemiri membara sampai menjadi hitam dan kental seperti secangkir espresso pekat. Kalau ada kelebihan susu, mereka bahkan membuat keju keras, ricotta salata di bufala, yang digarami dan agak seperti buah, bagus untuk diparut di atas sayur panggang. Tetapi keluarga Pertini paling terkenal untuk keju burrata, kantong kecil mozarella terbaik dan segar, berisi krim sapi dan terbungkus daun asphodel."

Mengapa memilih buku ini?
Buku ini buku bantal, benar-benar tebal. 560 halaman dan tulisannya kecil-kecil :D. Saya membeli buku ini karena tertarik dengan review dari teman-teman blogger buku waktu ada posting bersama tentang buku bertema food fiction, banyak yang memberi rating bagus pada The Wedding Officer. Gara-gara itu, saya sampai bela-belain cari buku bekasnya, karena sudah terbit lagi. Akhirnya berjodoh dengan salah satu kaskuser yang sedang cuci gudang buku koleksinya, dan saya membeli buku ini dari beliau seharga Rp. 18.000,- :D murmer bener yak.

Setelah membeli, buku ini sempat nganggur beberapa lama karena ternyata perlu niat ekstra untuk membacanya. Selain tebal dan tulisan kecil-kecil yang bikin jiper, kertasnya yang berbercak-bercak kuning (namanya juga buku bekas) lumayan menurunkan semangat untuk mulai membaca. Akhirnya ketika timbunan buku baru mulai berkurang, mau nggak mau kepegang juga sih. Dan eh, setelah mulai membaca, malah jadi ketagihan. :D

Hal yang disukai dari buku ini?
Alur ceritanya kaya, bukan hanya tentang cinta semalam. Ada unsur sejarah, romance, makanan bahkan sampai ideologi dan bumbu adegan dewasa pun ada di buku ini. Lengkap. Dan Anthony Capella mengemasnya secara menarik, sehingga semua unsur itu nge-blend (apa ya bahasa yang tepat? :D) dalam satu cerita.

Hal yang kurang disukai dari buku ini?
Apa ya, secara umum saya suka ceritanya sih. Yang paling menyebalkan mungkin semua adegan yang berhubungan dengan Alberto, mafia keparat yang jatuh cinta kepada Livia dan berusaha melakukan segala cara untuk mendapatkan Livia, walaupun itu termasuk menyakitinya dan mengirimnya ke garis depan pertempuran. Tapi walaupun sebal, bagaimanapun juga tokoh Alberto diperlukan dalam buku ini. Sayangnya sampai akhir tidak ada kelanjutan nasib Alberto, apakah benar-benar dipenjara atau tidak. Lebih bagus lagi sih, ditembak aja ya, orang macam dia benar-benar merusak peradaban. :D

Karakter favorit:
James Gould. Wahaha, mainstream sekali ya. Cowok baik-baik, tidak macam-macam, setengah lugu, setia dan cinta sekali sama Livia. Siapa yang tidak akan suka? :D Kalau mengutip kata Mbak Ren di review-nya ini, yang saya suka sih perkembangan karakter James, dari idealis menjadi realistis, polos menjadi tangguh, taat peraturan menjadi mengikuti apa yang kata hatinya bicarakan, semuanya terasa alami dan masuk akal. 

Berapa bintang:
Buku ini menarik untuk dibaca, dan isinya lengkap, ada romance, sejarah, masak-memasak, macam-macam deh. Kalau anda menyukai buku bantal dengan alur cerita yang lengkap, atau kalau anda penggemar salah satu genre yang saya sebutkan tadi, saya merekomendasikan buku ini. Untuk buku ini, saya memberikan rating : empat bintang.

Oh iya, buku ini banyak dibumbui adegan dewasa, jadi sebaiknya diperuntukkan bagi pembaca dewasa.


post signature

Friday, October 3, 2014

Book Review : The Bliss Bakery Trilogy #2 : A Dash of Magic

Judul : The Bliss Bakery Trilogy #2 : A Dash of Magic
 Pengarang : Kathryn Littlewood
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Mizan Fantasi
Tebal : 298 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2013
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance 


Rose menelan ludah. Mungkin aku bisa menang, pikirnya. Mungkin ini bukan tentang siapa yang memiliki bahan paling bagus dan yang memiliki bantuan ahli sihir terbanyak atau semacamnya. Mungkin ini tentang siapa yang paling bergairah untuk membuat kue, dan membantu orang lain untuk merasa lebih baik.

Buku ini tentang?
Buku kedua dari trilogi The Bliss Bakery. Ceritanya masih melanjutkan dari buku pertama, Bliss, tentang keluarga Bliss (Albert dan Purdy Bliss beserta keempat anak mereka : Ty, Rose, Sage dan Leigh) pemilik toko roti kecil di Calamity Falls, yang secara rahasia sekaligus merangkap ahli sihir dapur yang menggunakan bahan-bahan sihir ajaib untuk resep-resep roti mereka.

Di akhir buku pertama diceritakan bahwa Bliss Cookery Booke, buku resep ajaib turun-temurun selama ratusan tahun di keluarga mereka telah dicuri oleh Bibi Lily yang jahat yang telah memperdaya anak-anak Bliss tatkala kedua orangtua mereka tidak ada. 

Sementara keluarga Bliss kehilangan warisan mereka yang paling berharga, Bibi Lily menggunakan buku itu untuk acara masak-memasak di televisinya yang sangat terkenal : 30 Menit Sihir Lily. Bibi Lily bahkan memasarkan Bahan Sihir Lily dalam kemasan kotak kardus ke seluruh penjuru negeri. Rose dan ibunya mencoba membuat resep-resep 30 Menit Sihir Lily dan menambahkan sejumput Bahan Sihir Lily ke setiap adonan. Tanpa mereka sadari, Leigh, si bungsu yang berumur 4 tahun memakan kue Pound for Pound Lily, salah satu dari resep yang mereka uji coba. Akibatnya Leigh seperti terkena hipnotis, sikap anak-anaknya berubah menjadi seperti orang dewasa dan memuja-muja Lily. Tak ada jalan lain, satu-satunya cara mengembalikan Leigh seperti semula adalah dengan membuat kue Trifle Pembalik yang resepnya ada dalam Bliss Cookery Booke.

Rose, yang merasa paling bersalah dan bertanggung jawab atas pencurian buku itu oleh bibinya, rela melakukan apapun untuk mendapatkan kembali Bliss Cookery Booke. Maka dia menantang Bibi Lily untuk mengikuti kompetisi masak internasional di Paris, Gala Des Gateaux Grands Tahunan ke-78. Jika Rose menang, Bibi Lily akan mengembalikan bukunya. Jika tidak, maka buku itu akan selamanya menjadi milik Bibi Lily dan hilanglah hak kepemilikan keluarga mereka akan buku itu selama-lamanya.

Demi mendukung Rose dan mendapatkan buku itu kembali, keluarga Bliss meminta tolong kepada kakek buyut dari kakek buyut Rose, Balthazar Bliss yang memiliki satu lagi salinan Bliss Cookery Booke dalam bahasa Sassinian, bahasa kuno yang hanya Balthazar seorang saja yang dapat menerjemahkannya. Bersama kakek buyut dari kakek buyutnya, orangtua dan seluruh saudara-saudaranya, termasuk kucing Balthazar (Gus) dan seekor tikus mata-mata yang mereka temui di Paris (Jacques), dua binatang yang dapat berbicara karena memakan Biskuit Cheddar Mengoceh, keluarga Bliss bahu membahu mendapatkan bahan-bahan ajaib untuk mengalahkan Lily dalam kompetisi masak tersebut : Rahasia Senyum Mona Lisa, Dentang Lonceng Notre Dame, Bisikan Kekasih sampai Hujan Murni dari Puncak Eiffel.

Rose harus berjuang demi menciptakan masakan spesial yang membuatnya jadi pemenang. Dia benar-benar tidak boleh kehilangan Bliss Cookery Booke untuk kedua kalinya!

Mengapa memilih buku ini?
Nah, sebetulnya saya juga bingung kenapa sampai membeli buku yang kedua ini. :D Sebenarnya saya tidak ada niat untuk memperpanjang pengalaman dengan keluarga Bliss, karena ketika membaca buku yang pertama, kesannya biasa-biasa saja, tidak terlalu istimewa sampai membuat saya ingin membeli buku yang kedua. Namun entah kenapa waktu mampir ke toko buku, kok ya kebeli aja :D Mungkin karena sampulnya yang memang cakep itu ya, biru gelap berkesan gemerlap begitu, salah satu alasan yang juga membuat saya membeli buku yang pertama.

Hal yang disukai dari buku ini?
Di luar dugaan, buku kedua ini menurut saya jauh lebih bagus dari buku pertama, banyak petualangan, lebih bikin penasaran, dan kerja sama Rose bersama saudara-saudaranya (terutama Ty dan Sage) jauh lebih kompak dalam buku ini dibanding buku pertama dimana mereka masih terpecah-belah (Ty dan Sage masih terperdaya oleh Bibi Lily).

Tokoh-tokoh baru yang muncul : Balthazar Bliss, Gus si kucing, Jacques si tikus, kembar Parisian Miriam dan Muriel Desjardins, semuanya turut meramaikan petualangan Rosemary Bliss dan keluarganya.

Resep-resep ajaib masih bertebaran sepanjang cerita, dan tentu saja, membacanya membuat lapar mata dan lapar perut, sehingga mendorong saya membaca sambil mengunyah (ngemil) :D

Hal yang kurang disukai dari buku ini?
Rose yang masih tidak percaya diri dan galau. Ditambah lagi beban rasa bersalah karena telah membiarkan buku itu dicuri Bibi Lily, dan rasa tanggung jawab untuk memperoleh kembali buku itu. Rose tidak memiliki cukup rasa percaya diri untuk menang dalam kompetisi masak menantang Bibi Lily. Ketidakpercayaan diri itu membuat Rose beberapa kali berusaha mencuri balik Bliss Cookery Booke - yang tentu saja gagal - dan justru menjadi bumerang bagi mereka karena Jeremius (asisten Bibi Lily yang licik) membalas mereka dengan mencuri kopor Balthazar yang berisi toples-toples bahan sihir ajaib keluarga Bliss.

Karakter favorit:
Semua keluarga Bliss kecuali Lily. Juga Gus dan Jacques. Walaupun Rose sering kambuh "tidak pede dan galau"nya, yang menyebalkan ketika Rose merasa demikian karena dia jadi ingin mengambil jalan pintas dengan mencuri Bliss Cookery Booke alih-alih berusaha menang dalam kompetisi masak, tapi Rose tetap berperan penting dalam cerita ini dengan menunjukkan usaha dan tanggung jawabnya, juga bakatnya (yang tak pernah dia sadari) karena dia memiliki semua yang dia butuhkan, yaitu hasrat membuat kue, kota yang dia lindungi, dan keluarga yang dia cintai. Itu sudah cukup.

Berapa bintang?
Buku kedua ini lebih menarik dari yang pertama. Saya merekomendasikan buku ini untuk anda yang menyukai food fiction, atau untuk anda yang menyukai buku-buku bertema keluarga untuk anak-anak yang baru beranjak remaja. Buku ini juga cocok sebagai bacaan ringan di waktu luang yang santai, sambil ngemil tentunya. :) Untuk buku ini, saya memberikan rating tiga setengah bintang.



post signature

Wednesday, October 1, 2014

Book Review : Eleanor & Park


Judul : Eleanor & Park
 Pengarang : Rainbow Rowell
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Ufuk Publishing House
Tebal : 420 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2013
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance  


Eleanor was right. She never looked nice. She looked like art, and art wasn't supposed to look nice. It was supposed to make you feel something.

Two misfits.
One extraordinary love.

Set over the course of one school year in 1986, this is the story of two star-crossed sixteen-year-olds—smart enough to know that first love almost never lasts, but brave and desperate enough to try.


Buku ini tentang? 
Eleanor, gadis remaja 16 tahun, gemuk, rambut merah keriting mengembang, pakaian laki-laki yang kedodoran, semua yang akan membuat orang menganggapnya aneh.

Park, lelaki remaja 16 tahun, keturunan Korea, tidak pernah melakukan hal-hal aneh sepanjang hidupnya sampai ketika ia bertemu Eleanor.

Buku ini bertutur tentang kisah cinta Eleanor dan Park yang manis, tapi tidak terlalu manis. Park dan Eleanor bertemu untuk pertama kali dalam bus sekolah, ketika tak ada yang menawari Eleanor yang aneh untuk duduk, sehingga Park terpaksa harus menawarkan tempat duduk di sebelahnya. Eleanor segera menarik perhatian Park, penampilannya yang tidak biasa, sorot matanya yang tajam, suaranya yang tenang dan menjadi favorit guru kelas Bahasa Inggris, dan semua yang berhubungan dengan Eleanor - yang bagi Park terasa begitu misterius, begitu jauh. Park membiarkan Eleanor membaca komik yang dibacanya di dalam bus, kemudian Park mulai membawakan komik-komiknya untuk Eleanor setiap pagi, lalu membuat kompilasi album musik untuknya, bahkan memberikan baterai walkmannya. Park jatuh cinta kepada Eleanor yang aneh. Dan Eleanor pun merasakan hal yang sama terhadap anak Asia bodoh itu yang terus-menerus mengusiknya.

Kisah Eleanor dan Park didiiringi konflik, terutama dari sisi Eleanor. Tidak seperti Park yang berasal dari keluarga sempurna, ayah dan ibu yang saling mencintai, rumah yang nyaman, kakek dan nenek yang menyayangi, semua yang bisa dibayangkan dari sebuah keluarga ideal. Sementara Eleanor berasal dari keluarga yang berantakan. Ayah kandungnya telah bercerai dengan ibunya, meninggalkan ibunya bersama Eleanor dan ketiga adiknya. Ibunya menikah lagi dengan lelaki yang ternyata lebih brengsek dari ayahnya, dan mereka semua hidup miskin dalam rumah yang sempit yang bahkan tidak memiliki pintu kamar mandi. Konflik Eleanor terutama adalah dengan ayah tirinya yang nampaknya sangat membenci Eleanor, demikian pula sebaliknya. Ayah tirinya bahkan pernah mengusir Eleanor keluar dari rumahnya sehingga Eleanor harus hidup menumpang pada keluarga teman ibunya selama setahun, sampai keluarga itu terganggu dengan kehadirannya. Ketika Eleanor akhirnya kembali ke rumah ayah tirinya, hal-hal tidak kunjung membaik dan justru makin memburuk.

Mengapa memilih buku ini?
Yang pertama, karena tokoh utama pria bernama Park dan keturunan Korea. Mengingatkan saya pada Park Soo Ha dari serial drama Korea I Hear Your Voice nan imut dan menawan itu :D (ketahuan deh, penggemar drama Korea :p)

Kemudian ratingnya di Goodreads cukup bagus, termasuk beberapa review dari rekan-rekan blogger buku yang juga memberikan opini yang cukup menarik atas buku ini.

Hal yang disukai dari buku ini?

Cerita cinta yang manis dan luar biasa. Ya, untuk ukuran Park dan Eleanor yang baru 16 tahun, menurut saya mereka luar biasa. Park sungguh-sungguh mencintai Eleanor. Mudah untuk jatuh cinta pada Park yang tampan, anak baik-baik dan berasal dari keluarga sempurna. Tapi sungguh suatu hal yang mengagumkan bahwa Park yang justru lebih dulu jatuh hati pada Eleanor yang aneh, dan dari sudut manapun tidak bisa dimasukkan dalam golongan cewek-cewek yang populer di sekolah. Bandingkan dengan pacar pertama Park, Tina, yang merupakan cewek populer nomor satu. Eleanor benar-benar bumi dan langit dibandingkan dengan Tina.

Saya menyukai cara Park bermetamorfosis dari "terganggu dan sebal dengan Eleanor karena keanehannya", kemudian berubah menjadi "rasa tidak enak karena telah merasa terganggu dan sebal - dan mungkin seharusnya ia bersikap lebih ramah", lalu menjadi "ramah dan berusaha berkawan", sampai akhirnya "jatuh cinta". Seiring setiap perubahan perasaannya, Park berkembang menjadi lebih dewasa, sampai akhirnya ayah Park (yang selama ini selalu menganggap Park lebih tampak seperti anak perempuan dibanding anak lelaki) akhirnya melihat Park sebagai seorang lelaki. 


Saya suka bagian ketika Park berkelahi demi membela Eleanor, juga bagian ketika Park nekat mengantar Eleanor ke negara bagian lain demi melarikan diri dari ayah tirinya. Di kedua bagian itu, ayah Park seolah mendukung Park sepenuhnya (tidak seperti pada hal-hal lain terkait Park), mungkin karena ayahnya melihat bahwa melalui cinta dan pembelaannya pada Eleanor, Park telah berubah menjadi lelaki dewasa.

Untuk anda yang ingin merasakan kembali "debar-debar cinta pertama", kisah Eleanor dan Park bisa membawa anda kembali ke masa-masa itu. :)

Hal yang kurang disukai dari buku ini?

Terjemahannya. Dalam beberapa bagian terjemahannya kurang baik dan kurang pas, sehingga beberapa momen yang harusnya penting dan "mengena" jadi tidak terasa "mengena". Contohnya adalah quote di atas, dalam bahasa Inggris feel-nya dapet banget, tapi begitu baca novelnya (terjemahan), pas bagian itu saya malah bingung sendiri karena kurang pas diterjemahkan. Hal yang sungguh disayangkan karena sepertinya buku ini bertaburan kalimat indah yang semi puitis, tapi pas diterjemahkan, terjemahannya nggak dapet feel-nya.

Karakter favorit: 

Banyak. Park, Eleanor, ayah dan ibu Park. Semua keluarga Park (kecuali adiknya Josh yang menyebalkan - meskipun tidak terlalu menyebalkan juga) nyaris sempurna.

Berapa bintang:
Kisah cinta yang indah dan layak dibaca. Bagi anda yang menyukai genre romance, buku ini bisa menjadi pilihan. Saya sendiri turut tertawa, berdebar, sedih dan jatuh hati di beberapa bagian buku ini. Untuk buku ini saya memberikan rating empat bintang.


post signature

Monday, September 29, 2014

Book Review : The Bliss Bakery Trilogy #1 : Bliss




Judul : The Bliss Bakery Trilogy #1 : Bliss
Pengarang : Kathryn Littlewood  
Bahasa : Indonesia  
Penerbit : Noura Books  
Tebal : 308 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2012  

Format : Paperback  
Target : Remaja
Genre : Food Fiction


Ketika musim panas pada ulang tahunnya yang kesepuluh, Rosemary Bliss melihat ibunya mengaduk halilintar ke dalam semangkuk adonan dan mengetahui - dengan seyakin-yakinnya - bahwa orangtuanya menggunakan sihir di toko roti Bliss.

Buku ini tentang?
Cerita keluarga Bliss, Albert dan Purdy Bliss beserta keempat anak mereka : Thyme Bliss (Ty, anak lelaki sulung yang tampan dan menawan), Rosemary Bliss (Rose, anak perempuan satu-satunya yang selalu menjadi satu-satunya anak yang peduli pada toko roti orangtuanya), Sage Bliss (Sage, adik laki-laki yang lucu dan pandai melawak), serta Parsley (Leigh, si bungsu perempuan yang imut). 

Keluarga Bliss adalah pemilik toko roti Bliss di Calamity Falls. Walaupun kecil, toko roti Bliss selalu ramai dikunjungi para penduduk Calamity Falls yang mengantri membeli kue-kue yang dijajakan sedari pagi. Di balik kelezatan kue dan tampilannya sebagai toko roti kecil "biasa", Albert dan Purdy Bliss menyimpan rahasia besar, mereka menggunakan sihir dalam resep-resepnya. Kue-kue dengan resep yang menggunakan bahan-bahan aneh dalam adonannya seperti nyanyian burung bul-bul, kuapan musang, ekor awan, bahkan halilintar. Kue-kue "aneh" tersebut digunakan pasangan Bliss secara diam-diam untuk membereskan berbagai bencana baik besar maupun kecil di Calamity Falls. Semua rahasia resep sihir tersebut tersimpan aman dalam buku Bliss Cookery Booke yang dijaga baik-baik oleh keluarga Bliss turun-temurun.

Pada suatu hari, Albert dan Purdy harus pergi ke kota Humbleton untuk membantu walikota Humbleton memberantas penyakit flu musim panas yang menjadi wabah di kota - dengan bantuan kue-kue Bliss. Albert dan Purdy terpaksa meninggalkan anak-anak mereka untuk sementara. Sebelum pergi, Albert dan Purdy mempercayakan kunci tempat penyimpanan Bliss Cookery Booke kepada Rose.

Tak lama setelah orangtua Bliss pergi, muncul wanita misterius yang mengaku sebagai Lily, bibi mereka. Lily meyakinkan anak-anak Bliss bahwa ia adalah bagian keluarga Bliss dengan menunjukkan tanda lahir berbentuk sendok sup - yang secara ajaib memang dimiliki turun-temurun oleh setiap anggota keluarga Bliss. Lily yang cantik memesona, baik hati, dan selalu cakap, segera memikat Ty dan Sage. Namun Rose selalu merasa curiga ada yang tak beres dengan bibinya tersebut. 

Masalah kemudian datang silih berganti ketika Rose, Ty, dan Sage mulai mempraktikkan resep-resep kue sihir yang ada dalam Bliss Cookery Booke. Kue-kue sihir mereka mulai mendatangkan berbagai kekacauan di kota yang makin lama makin tak terkendali! 

Rose mulai bimbang apakah mereka harus meminta bantuan bibi Lily untuk membereskan masalah tersebut - yang berarti sekaligus menunjukkan padanya bahwa mereka memiliki Bliss Cookery Booke, atau tetap diam dan melihat bencana melanda seisi kota. Apalagi, Rose merasa, bibi Lily ingin menguasai Bliss Cookery Booke!

Mengapa memilih buku ini?
Well, yang pertama karena sampulnya, yang kedua karena judulnya. Sampulnya bagus banget, bergambar toko roti kecil yang gemerlap. Ditambah lagi judulnya, kelihatan jelas kalau ini adalah food fiction, dan saya penggemar food fiction. :D Baru lihat sampul dan baca judul saja sudah berasa lapar.

Kemudian karena sinopsis di belakangnya menunjukkan bahwa ini adalah toko roti dengan tambahan sihir di dalamnya, saya jadi tambah penasaran, jadilah masuk keranjang belanja. :D

Hal yang disukai dari buku ini?
Resep-resepnya :D. Walaupun aneh, resep kue tetaplah resep kue. Karena hasilnya dideskripsikan "cantik", jadi ya walaupun resepnya aneh, tetaplah membuat pembacanya lapar, haha. :D

Saya menyukai bagian di mana Bliss bersaudara akhirnya dapat bekerja bersama untuk membereskan masalah mereka (walaupun melibatkan bibi Lily juga). 

Saya juga menyukai hubungan antara Ty dan Rose yang - walaupun Rose merasa orangtua (dan orang lain) lebih menyayangi abangnya yang tampan dibandingkan dirinya yang biasa-biasa saja - Ty menunjukkan bahwa dia sebenarnya cukup perhatian kepada saudarinya, sampai-sampai punya panggilan sayang, mi hermana (saudariku, dalam bahasa Spanyol). Dalam banyak hal mereka berdua saling membantu, tidak seperti hubungan kakak-adik di beberapa fiksi remaja yang seringkali digambarkan sebagai pesaing dan saling membenci satu sama lain.

Hal yang kurang disukai dari buku ini?
Ini sebenarnya lebih pas digolongkan ke dalam teen food fiction, jadi pas untuk bacaan anak yang beranjak remaja, ceritanya ringan dan ABG banget, seperti Rose yang merasa diabaikan dan kurang disayang dibanding saudara-saudaranya. Untuk saya pribadi, alur ceritanya simpel dan gampang ketebak, sehingga bacanya flat aja, kurang menggebu-gebu karena ya itu tadi, kayanya sudah tahu ujungnya bakal bagaimana. 

Karakter favorit:
Saya tidak punya karakter favorit khusus. Setiap karakter memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing, berimbang. Tidak ada yang benar-benar baik maupun benar-benar jahat. Bahkan bibi Lily pun punya banyak hal baik di samping hal buruk.  

Quote favorit:
Ada sebuah keajaiban di antara kedua sejoli itu, saat sinar jingga matahari terbenam melintasi pepohonan, tapi keajaiban itu tak ada hubungannya dengan mantra atau stoples. Yang ada hanyalah keajaiban dalam diri seseorang untuk mau berubah, berkembang, dan menyembuhkan diri, tanpa bantuan sihir sama sekali.

Berapa bintang?
Ceritanya ringan dan alurnya sederhana. Bagi saya agak sedikit membosankan, tapi cocok dihadiahkan untuk sepupu atau keponakan yang baru beranjak remaja. Untuk buku ini saya memberikan rating : tiga bintang.



post signature