Saturday, October 25, 2014

Book Review : Mantra Dies Irae



Judul : Mantra Dies Irae
 Pengarang : Clara Ng
Bahasa : Indonesia
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 348 halaman
Diterbitkan pertama kali : 2012
Format : Paperback
Target : Remaja
Genre : Young Adult Romance, Comedy Romance


Bagaimana jika ini semua ini terjadi pada suatu hari:

Disihir menjadi truk gandeng, lukisan, sapu lidi. 

Orang yang dicintai habis-habisan tidak pernah membalas cinta itu.
Dikejar-kejar teman seperguruan yang ingin membalas dendam. 
Hukum cinta seakan-akan salah rumus.

Ini bukan hari biasa!

Dimulailah usaha keras dari seekor kucing hitam bernama Dakocan. Untuk mengais serpih-serpih kebahagiaan. Kebahagiaan yang takkan pernah terlihat. Atau kecuali dimunculkan dengan mantra ajaib: Dies Irae.


Ini adalah karya ketiga Clara Ng yang saya baca. Saya sudah lama menjadi followernya di Twitter, tempat dimana beliau banyak sharing tentang dunia tulis-menulis dan baca-membaca yang menurut saya layak untuk disimak. Buku pertama dari Clara Ng yang saya baca adalah Tea for Two, duluuu banget, baca sepintas aja sih, modal minjem sesaat :p. Karya kedua yang saya baca adalah cerpen di majalah Femina. Dua-duanya kategori dewasa, dengan cerita cinta dewasa dan konflik yang tajam, cenderung suram. Not my kind of genre. Karena menurut saya, membaca adalah bagian dari relaksasi, me time untuk melepaskan diri dari rutinitas harian yang bikin stres, maka dari itu buku yang saya baca sebisa mungkin harus membuat saya happy. :D

Awalnya, saya mengira buku ini adalah jenis drama yang bertaburan romantisme, karena spesialisasi Clara Ng setahu saya adalah membuat kalimat-kalimat romantis yang melelehkan hati. Ternyata, buku ini jauh lebih ceria banget, ini jenis drama komedi. Di beberapa bagian saya sukses ngakak :D.

Buku ini sebenarnya merupakan buku ketiga dari trilogi Jampi-Jampi Varaiya. Kalau di buku satu dan dua diceritakan bahwa tokoh utamanya adalah Xander dan Oryza, di buku ketiga ini, pemeran pembantu mengambil alih jadi tokoh utama : Pax dan Nuna. Mungkin karena cerita Xander dan Oryza sudah sampai pada klimaksnya (akhirnya dua-duanya ngaku kalau sama-sama suka), sehingga buku ketiga ini ganti menceritakan tokoh-tokoh yang ceritanya belum selesai. Saya cukup beruntung dengan pergantian pemeran ini, karena saya tidak membaca buku satu dan dua, jadi cerita tentang Pax dan Nuna (yang baru jadi tokoh utama di buku ketiga) bisa dengan mudah saya ikuti tanpa merasa kehilangan sebagian alur cerita.

Ini cerita tentang Pax (penyihir dengan keahlian memanggil mantra hujan-badai-angin-ribut dan mengubah diri jadi kucing hitam bernama Dakocan) dan Nuna (penyihir jago masak, punya warung makan ramai dan ahli menjitak dengan sodet). Pax dan Nuna sama-sama bernasib malang, sama-sama patah hati tingkat batara dewa, sama-sama jatuh cinta setengah mati pada orang yang justru menyukai orang lain. Pax jatuh cinta pada Oryza, dan Nuna pada Xander. Apa mau dikata, takdir menentukan lain, Oryza dan Xander saling jatuh hati dan memutuskan untuk menikah. Meninggalkan Pax dan Nuna yang berdarah-darah karena putus cinta.

Alurnya sebenarnya sederhana dan klise. Dari bab pertama kita juga sudah tahu kalau Pax dan Nuna, pada akhirnya pasti bakal jadian juga. Tapi Clara Ng cukup berhasil mengemas jalan cerita menuju akhir tersebut dengan manis, lucu dan menghibur. Tokoh-tokohnya semuanya penyihir koplak (maafkan bahasanya :D), dan di antara sekian banyak tokoh sepertinya yang bertingkah waras hanya satu yaitu Zea kakak Oryza, itupun hanya muncul sesekali. Trus bagaimana dengan sisanya? Ya itu tadi, koplak semua. :D

Uniknya kehidupan penyihir, tingkah polah mereka yang ajaib, mantra-mantra dan pertarungan sihir, ditambah dengan adegan romantis antara Pax dan Nuna menjadi penghibur sepanjang buku. Membaca buku ini saya seperti menonton drama komedi romantis Korea, dimana tokoh utamanya sering bertingkah konyol, si perempuan gemar menjitak kepala si laki-laki, sama-sama suka tapi malu mengakui (atau sok tidak menyadari sama sekali), dan menghabiskan hari-hari bersama hanya untuk bertengkar satu sama lain. Ya, persis seperti itulah.

Karena memang jenisnya komedi, nama-nama tokohnya pun terdengar tidak lazim. Misalnya nama anak-anak keluarga Karbohidrat: Oryza Sativa Raya (nama latinnya padi), Zea Mays Raya (jagung), dan Solanum Tuberosum (kentang). Juga nama-nama seperti Pax, Nuna, Strawberi, Chao, Tsungta, yang tidak lazim dalam keseharian kita. Walaupun isinya dunia penyihir, tapi Clara Ng membuat dunia penyihir itu nge-blend dengan kehidupan Jakarta, sehingga kita tidak merasa membaca kisah dari planet antah-berantah lain.

Setelah membaca buku ini, saya jadi ingin membaca buku-buku Clara Ng yang lain seperti Dimsum Terakhir dan Pintu Harmonika. Masuk wish list nih. :D

Secara umum buku ini cukup menarik. Ringan, menghibur, bacanya nggak perlu sampai mengerutkan alis. Buku ini cocok untuk teman weekend yang santai, yang nggak perlu mikir berat-berat, sambil leyeh-leyeh di sofa dan makan camilan. Untuk buku ini saya memberikan rating tiga setengah bintang. :)


post signature

8 comments:

  1. wah bukunya bagus kayaknya hehe salam knal mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya lumayan, bacaan ringan dan menghibur. Kalau suka buku-buku kategori genre Young Adult dan ada unsur komedi, buku ini bisa jadi pilihan. Salam kenal juga :)

      Delete
  2. Pingin baca buku-bukunya Clara Ng!. Aku juga suka cerita yang hepi tapi juga bisa menikmati cerita suram :D. Terimakasih reviewnya mbak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Haya, silakan dicoba baca, Mantra Dies Irae ini ringan dan cukup menarik. Boleh dicoba buat "kenalan" dengan Clara Ng.

      Delete
  3. Genre komedi aku suka, cari bukunya ahhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, silakan, semoga dapat. Btw, saya juga dapat buku ini pas diskonan Gramedia, seharga 20 ribu saja. Murah meriah :D

      Delete
  4. lagi nulis komedi romantis nih, bisa jadi referensi :D nuhun yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya lucu kok ceritanya, semoga sukses sama komedi romantisnya ya :)

      Delete